"Membahas isu HAM itu harus mengedepankan dialog dan kerja sama internasional," kata Wiwiek saat mendampingi Menteri Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Hotel Royal Crown Helsinki, Finlandia, Jumat (7/4/2014). Ia menyampaikan hal itu terkait Resolusi Sawit yang dikeluarkan Parlemen Eropa di Starssbourg pada 4 April lalu.
Wiwiek menyebut penghargaan pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla sudah sangat menghargai masalah HAM. Salah satu indikasinya adalah pemberian hak lahan hutan adat kepada masyarakat adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila memang Uni Eropa mau menghormati Piagam PBB, ia melanjutkan, kenyataan ini harus diperhatikan secara objektif. Indikasi lainnya, pemerintah tidak pernah melarang dan menghalang-halangi kelompok masyarakat adat ataupun para aktivis LSM yang berbicaya di luar negeri terkait kondisi internal Indonesia.
Juga tidak pernah memenjarakan mereka sekembalinya ke tanah air. Sebab hal itu merupakan bagian dan kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi.
Hal lainnya, kata Wiwiek, Indonesia mungkin menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang sudah punya banyak lembaga untuk melindungi kepentingan HAM warganya. Ia antara lain merujuk keberadaan Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, dan Komisi Ombudsman.
Sementara itu, Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Gellwynn Jusuf, menilai pengaitan isu HAM dalam perdagangan sawit ini sebagai tindakan absurd dari Uni Eropa. Sebab pemerintah sudah bergerak ke arah pembangunan berkelanjutan dan menjunjung tinggi hak-hak masyarakat.
"Kita sudah melakukan reformasi agrarian dan mengalokasikan hutan-hutan sosial," ujarnya.
Ia menduga pengaitan isu HAM ini merupakan langkah lain yang ditempuh Eropa setelah mereka gagal mengusung isu-isu lain untuk menyudutkan Indonesia. (jat/hns)