"Indikasi adanya persaingan dagang yang tak sehat dengan melibatkan sindikat Internasional ini tentu saja sulit dinafikan, tapi saya juga tak mau menyebut langsung siapa mereka. Tapi itu terasa," kata Siti di Hotel Royal Crown Helsinki, Finlandia, Jumat (7/4/2014). Ia menyampaikan hal itu terkait Resolusi Sawit yang dikeluarkan Parlemen Eropa di Starssbourg pada 4 April lalu.
Selain menolak resolusi yang dinilainya menghina kedaulatan bangsa Indonesia itu, Siti balik menantang Parlemen Eropa untuk meninjau langsung lokasi-lokasi yang dianggap kondisi lingkungannya rusak akibat sawit. Sebab ia menduga, keputusan yang dibuat oleh mereka diambil berdasarkan data yang tak akurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian yang dipimpinnya, ia melanjutkan, sudah sangat progresif dalam menata ulang berbagai kebijakan untuk memperbaiki kondisi hutan nasional. Puluhan bahkan ratusan kasus pelanggaran yang dilakukan oleh para pengusaha langsung diproses dan diajukan ke pengadilan dalam dua tahun terakhir.
"Alhamduillah, meskipun di tingkat pengadilan negeri dan banding banyak gugatan kami yang kalah tapi di tingkat Kasasi Mahkamah Agung banyak dimenangkan," ujar Siti.
Di tempat yang sama Penasihat Senior Menteri LHK Dr Efransjah menilai Resolusi Sawit oleh Parlemen Eropa sebagai sebuah kemunduran. Sebab berbagai isu yang dijadikan landasan oleh mereka untuk memojokkan Indonesia sudah tidak relevan lagi. Ia mencontohkan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan yang dalam dua tahun terakhir mengeluarkan kebijakan khusus agar perbankan utama menyaratkan soal kelestarian lingkungan saat memberikan pinjaman kepada pihak ke tiga.
Selain itu, kata Efransjah, mosi Parlemen Eropa ini sama sekali tak memberikan solusi bagi Indonesia. "Soal perlunya alih investasi dari sawit ke rapessed oil, misalnya, itu jauh tidak efisien ketimbang sawit," ujarnya. (jat/hns)