Penyederhanaan sistem cukai rokok serta penghapusan peraturan pajak yang rumit bertujuan, di antaranya, untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.
"Penyederhanaan sistem cukai akan meningkatkan keefektifan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara," kata peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan dalam keterangan tertulis, Senin (17/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal itu membuat rokok masih terjangkau oleh masyarakat, bahkan untuk mereka yang termasuk kelompok rentan seperti anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin," tuturnya.
Apresiasi juga disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia. Ia mengatakan telah mengusulkan simplifikasi struktur tarif cukai rokok kepada pemerintah sejak zaman menteri keuangan dijabat oleh Agus Martowardojo.
Menurutnya, struktur tarif cukai yang mencapai 12 layer tidak menguntungkan pemerintah karena hal ini menimbulkan celah bagi produsen rokok besar hingga akhirnya perusahaan membayar cukainya lebih rendah.
"Produsen besar karena hasil produksinya rendah otomatis mereka masuk kategori kecil, bayar cukainya kecil, padahal kemampuan (produksinya) besar," katanya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Goro Ekanto mengatakan pemerintah berencana menyederhanakan sistem cukai rokok dari 12 lapis menjadi sembilan lapis.
"Ke depannya, ini nanti akan direncanakan menjadi 9 layer. Rencana ini sudah didiskusikan dengan stakeholder, baik pemerintah maupun pelaku industri," kata Goro.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan pengurangan lapisan tarif cukai akan dilakukan secara bertahap, menyisakan delapan atau sembilan lapis pada 2018.
Pada 2017 ini, pemerintah telah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp 157,6 triliun. Dari angka tersebut, sekitar 95% atau Rp 149,9 triliun ditargetkan berasal dari cukai rokok. (dna/dna)











































