Xinjiang adalah pertemuan antara peradaban lama Sungai Kuning China dengan peradaban India, Persia, Yunani Kuno dan padang rumput Eurasia. Tak heran jika wilayah ini dianggap sebagai persimpangan peradaban dunia kuno.
Keuntungan keografis tersebut ditambah lagi dengan kekayaan etnis dan budaya. Oleh karena itu, ketika pemerintah Republik Rakyat China meluncurkan inisiatif ekonomi 'One Belt One Road', Xinjiang dijadikan wilayah kunci yang diharapkan bisa menjadi 'cahaya' bagi negara-negara sekitar yang berbatasan dengannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlindungan terhadap warisan-warisan budaya kuno di Xinjiang telah menjadi konsensus pemerintah pusat, juga tentu saja pemerintah setempat dan masyarakat dari seluruh etnis yang ada," ujar Ma Yingsheng, Deputi Direktur pada Departemen Kebudayaan Xinjiang, pekan lalu.
Yingsheng yang juga menjabat sebagai Deputi Direktur pada Komite Ahli Perlindungan Warisan Budaya Xinjiang ini mengatakan, warisan budaya bukan hanya saksi dari pembangunan di masa lalu melainkan juga sumber kebudayaan yang tak ternilai di samping tentu saja juga merupakan sumber kreativitas manusia.
Dengan penduduk 23 juta jiwa yang terdiri atas 47 etnik, Xinjiang menjadi model bagi pemerintah China dalam kebijakan dan strategi perlindungan warisan budaya. Salah satu warisan budaya yang hingga kini masih bertahan adalah 'muqam', sebuah seni pertunjukan yang memadukan antara orkestra musik tradisional dengan nyanyian yang dibawakan secara bersama-sama oleh banyak orang.
Selain itu, Xinjiang juga dikenal dengan seni bordirnya yang indah.
"Penguatan terhadap usaha perlindungan dan pelestarian warisan budaya seperti itu selain diperlukan bagi pembangunan nasional dan nasionalisme, sekaligus juga syarat yang tak bisa dielakkan bagi terciptanya dialog-dialog antar peradaban di tingkat internasional, dan pembangunan masyarakat yang berkesinambbungan," ujar Yingsheng.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah China gencar mempromosikan usahanya melindungi warisan budaya Xinjiang sebagai salah satu propinsi yang berstatus wilayah otonom.
Misalnya, dengan menggelar Chinese Xinjiang Culture Week di Kazakhstan (pada 2011) dan di Rusia (Moskow, pada 2014). Ada juga pergelaran Chinese Culture Xinjiang Charm di Republik Turkmenistan pada 2013, serta di Republik Kirgistan dan Uzbekistan pada 2013.
Diungkapkan bahwa Xinjiang juga aktif terlibat dalam usaha-usaha penting untuk melakukan pertukaran dan kerja sama akademik di bidang pelestarian budaya dengan negara-negara tetangga.
Hal ini berjalan beriringan dengan hubungan ekonomi dan perdagangan yang terjalin dengan baik antara Xinjiang dan negara-negara yang berbatasan dengannya di 'sabuk ekonomi Jalur Sutra'.
"Peran dan fungsi penting Xinjiang sebagai garis depan The Silk Road Economic Belt yang diinisiasi pemerintah China semakin nyata dan terbuka. Xinjiang telah mencatatkan volume perdagangan total 2 miliar dollar AS lebih dengan negara-negara tetangga," tutur Huang Ping Chou dari Xinjiang Commerce Departement dalam Seminar for Media Heads from Country along 'The Silk Road Economic Belt' yang digelar di Urumqi, ibukota Xinjiang.
Produk utama ekspor Xinjiang adalah alat-alat mekanik dan listrik, pakaian dan aksesoris, sepatu, tas, tekstil, pecah belah tembikar, lampu, barang-barang plastik hingga produk pertanian.
Yang terakhir disebut memang dikenal merupakan salah satu andalan Xinjiang. Di Urumqi, misalnya, terdapat pabrik pengolahan buah-buahan, biji-bijian hingga susu yang dikemas menjadi produk menarik. (dna/dna)