Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menggambarkan daya beli masyarakat yang cenderung stagnan. Artinya orang Indonesia hanya belanja lebih banyak untuk kebutuhan pokok.
"Daya beli kan sampai saat ini masih lemah. Kita ritel ini, dari pertumbuhan dan inflasi kita sendiri memang harusnya di atas 10% baru sehat kita. Karena gabungan itu kan. Itu minimum yang harus kita capai," ungkap Tutum, saat dihubungi detikFinance, Selasa (2/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang satu hal yang krusial di kita ini biaya-biaya yang terlalu tinggi. Sehingga pertumbuhan tidak kuat dengan kenaikan biaya itu sendiri," ujarnya.
Lebih dari itu, faktor yang paling mempengaruhi yakni hal-hal yang bersinggungan dengan kebijakan pemerintah. "Ya tau sendirilah seperti birokrasinya, administrasi negara sendiri, itu sulit untuk diprediksi. Bukan hanya sekedar biayanya tapi membahayakan juga pelaku usaha," terangnya.
Kendati demikian, melemahnya daya beli tidak berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para pekerja ritel secara masif.
"Kita tetep ekspansi. Secara masif tidak ada. Tapi pergantian toko lama ke toko baru pasti ada, orangnya tetep dipakai," tegasnya. (mkj/mkj)











































