Ia menuturkan, adanya pemanfaatan teknologi dalam layanan pemerintah telah meminimalisir terjadinya kekeliruan hingga penyimpangan pemanfaatan jabatan sebagai birokrat pemerintahan.
"Dulu di kantor perbendaharaan negara, kita tidak tahu back atau front office-nya. Kalau mau masuk, dulu di depannya ada banyak perantara itu. Namanya calo. Mau urusan apa, mencairkan apa, itu pakai yang namanya calo," kata Sri Mulyani dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Kepegawaian Negara (BKN) di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masuknya aspek teknologi menciptakan adanya perubahan sikap dan penyederhanaan dalam birokrasi, sehingga perilaku birokrat dalam menjalankan tugas berubah dengan adanya teknologi.
"Dengan mendesain adanya informasi dan teknologi, ketika ada interaksi antara masyarakat dan stakeholder untuk bisnis dengan Kementerian Keuangan, kita bisa hilangkan apa yang tadi namanya calo-calo. Hal seperti itu bisa hilang," jelasnya.
Masyarakat, kata Sri Mulyani sangat membutuhkan pelayanan yang cepat tanpa harus melalui perantara yang justru menambah biaya. Mungkin tidak hanya dalam persoalan pencairan anggaran, namun juga hal-hal lain seperti pajak, bea cukai dan yang lainnya.
"Bagi masyarakat, itu sangat penting karena wajah pemerintah langsung terlihat berbeda. Profesionalisme, kepastian, pelayanan, image tentang pemerintah yang melayani tidak hanya muncul di pidato seperti sekarang ini, tapi muncul di keseharian di kantor-kantor pemerintah," tegas Sri Mulyani.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) memiliki peran penting untuk membereskan hal tersebut pada lini-lini yang mungkin masih dengan praktik yang sama.
"Saya tentu ingin Badan Kepegawaian Negara yang mengelola empat juta pegawai negeri ini terus melalukan inovasi agar teknologi betul-betul masuk memperbaiki pelayanan, efisiensi, mengubah kultur birokrasi kita menjadi kultur birokrat yang betul-betul menciptakan profesionalisme," pungkasnya. (mkj/mkj)











































