Padahal dalam salah satu pasal disebutkan tentang pembentukan Badan Penerimaan Pajak. Bahkan sangat spesifik, bahwa dalam rencana pemerintah, lembaga baru tersebut dimulai paling lambat pada 1 Januari 2018.
Hal ini menjadi sorotan serius bagi mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Bawazier. RUU KUP sangat penting untuk dibahas, sehingga tidak tepat ditunda-tunda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU KUP diserahkan oleh pemerintah melalui Bambang Brodjonegoro yang sebelumnya menjabat Menteri Keuangan pada Juni 2016. Penyerahan RUU tersebut tidak lama setelah disepakatinya finalisasi RUU pengampunan pajak antara pemerintah dan DPR.
Fuad menduga, Sri Mulyani tidak sepakat dengan pemisahan Ditjen Pajak. Di mana dalam posisinya akan berada langsung di bawah Presiden.
"Sri Mulyani belum menyetujui RUU KUP yang baru ini karena salah satu point yang terrpenting di dalamnya adalah mengubah atau mengeluarkan Ditjen Pajak dari Kemenkeu dan selanjutnya menjadi lembaga tersendiri (baru) yang langsung di bawah Presiden," terangnya.
Alasan yang muncul kata Fuad adalah tidak adanya naskah akademik dalam RUU KUP yang sebelumnya diserahkan. Fuad menilai, dengan wacana yang sudah lama, naskah akademik bukan sesuatu yang sulit untuk diwujudkan.
"Kalau alasan tersebut jujur, semestinya sebagai bawahan Presiden yang baik dan bertanggung jawab, Sri Mulyani segera melengkapi berkas RUU KUP tersebut dengan Naskah Akademinya bukan untuk dijadikan senjata menunda-nunda atau menolak pembahasan RUU KUP yang sudah di kirimkan Presiden ke DPR," papar Fuad.
(mkj/mkj)