Beban Makin Berat, Ditjen Pajak Harus Lepas dari Kemenkeu

Beban Makin Berat, Ditjen Pajak Harus Lepas dari Kemenkeu

Maikel Jefriando - detikFinance
Minggu, 14 Mei 2017 17:37 WIB
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta - Salah satu alasan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah beban yang semakin berat. Terutama untuk persoalan target penerimaan yang tak pernah lagi tercapai dalam satu dekade terakhir.

"Beban Ditjen Pajak itu sudah terlalu berat," kata mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Bawazier kepada detikFinance, Minggu (14/5/2017).

Dalam catatan Fuad, sampai dengan 2014, penerimaan pajak masih bisa dicapai pada 90% dari target. Akan tetapi sejak 2015 hingga sekarang semakin merosot. Tahun lalu saja realisasinya hanya 81,4%, sebagai akibat dari program pengampunan pajak atau tax amnesty. Bila tidak, menurutnya hanya akan sampai pada kisaran 70%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fuad memproyeksikan, berdasarkan realisasi kuartal 1 tahun 2017, diperkirakan realisasi pajak tahun ini akan shortfall alias kurang dari target sekitar Rp 350 triliun sehingga kembali pada tudingan bahwa APBN Indonesia tidak realistis.

"Kalau ibu Sri Mulyani selalu bilang APBN sebelumnya tidak kredibel, maka menurut saya yang sekarang juga tidak ada bedanya. Karena tahun ini juga tidak akan mencapai target," paparnya.

Rasio pajak pun terus menurun, di mana ketika orde baru bisa mencapai 13%. Sementara untuk 2012 sampai dengan 2014 hanya sedikit di atas 11%. Pada 2015 dan 2016 masing-masing masing-masing hanya 10,7% dan 10,3%. Padahal Jokowi ingin rasio pajak di 2019 mencapai 16%.


Beban berat yang dipikul oleh Ditjen Pajak tidak diimbangi dengan fleksibilitas organisasi. Sehingga upaya yang bisa dilakukan sangat terbatas. Misalnya untuk pemeriksaan, rasio petugas dengan wajib pajak begitu lebar, sementara penambahan petugas butuh waktu yang panjang.

Kemenkeu juga tidak bisa memfasilitasi dengan optimal, karena persoalan yang ditangani sangat besar. Ada anggaran, kekayaan negara, transfer ke daerah hingga bea cukai.

"Kalau mau mencapai segala sesuatu itu terlalu susah, karena harus lewat menteri, mau bikin perjanjian dengan BI dan OJK itu harus ada dari menteri. SK dan PMK itu juga dari menteri. Prosesnya sangat lama," terangnya.

(mkj/dhn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads