Mengapa Ribuan Kilometer Rel Kereta Warisan Belanda Bisa Terbengkalai?

Mengapa Ribuan Kilometer Rel Kereta Warisan Belanda Bisa Terbengkalai?

Muhammad Idris - detikFinance
Selasa, 16 Mei 2017 10:54 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda, pemerintah kolonial saat itu gencar membangun jaringan rel kereta api, khususnya setelah pemberlakukan tanam paksa.

Jalur kereta dibangun untuk mengangkut komoditas perkebunan, selain itu juga sebagai moda transportasi angkutan penumpang yang cukup strategis saat itu.

Nemun demikian, menurut Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono, pasca kemerdekaan, banyak rel-rel kereta tersebut kemudian tak beroperasi dan menjadi rel mati, sebagian terbengkalai.

[Gambas:Video 20detik]

Salah satu sebabnya, yakni minimnya penumpang kereta api sehingga banyak jalur-jalur itu ditutup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita tahu semua bahwa banyak yang tidak aktif, artinya tidak dioperasikan. Nah, ini penyebabnya gampang, karena tidak ada penumpang, karena tidak mendatangkan profit. Cukup banyak ini (rel mati) dari perjalanan sejarah tidak dioperasikan," jelas Prasetyo kepada detikFinance di kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (15/5/2017).


Dia memberi gambaran, pemerintahan kolonial Belanda sejak tahun 1870-an sudah membangun jaringan rel kereta api dengan panjang sekitar 6.500 km di Jawa dan Sumatera. Namun saat ini, hanya sekitar 4.000 km saja yang masih aktif.

"Bayangkan saja tadinya 6.500 km sekian, sekarang yang dioperasikan 4.000 km sekian, jadi yang beroperasi itu sekitar 70%," ungkap Prasetyo.

Sementara itu, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menuturkan sebagian besar rel-rel peninggalan Belanda itu ditutup pada era tahun 1970-an, tepatnya saat masifnya pembangunan jalan raya dan industri mobil ke Indonesia.

"Beberapa jalur kalah (kereta) kalah dengan otomotif seperti Demak-Semarang, kalah dengan kecepatan Pantura. Tahun 1970-an banyak rel mati, karena sebelum tahun itu, truk juga belum banyak. Makanya dulu pabrik gula juga pasti berdeketan dengan rel kereta, zaman Belanda semua pelabuhan utama juga terhubung kereta sampai dermaga," terang Djoko.


Selain itu, beberapa rel tak lagi diaktifkan setelah diterjang bencana alam. Selain, banyaknya rel kereta yang diambil Jepang juga turut berkontribusi pada berkurangnya jalur kereta api.

"Banyak jalur kereta itu mati setelah longsor, kemudian sampai sekarang dibiarkan. Beberapa lainnya hilang karena relnya dibawa Jepang ke Burma (Myanmar) untuk membangun rel di sana. Dulu Yogjakarta-Solo zaman Belanda sudah double track, tapi diambil satu relnya dibawa ke Burma," kata Djoko. (idr/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads