Sebelum diterbitkannya beleid ini, Sri Mulyani mengatakan, akses Ditjen Pajak untuk mengakses data nasabah lembaga keuangan bisa dilakukan namun dengan syarat harus meminta izin kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlebih dahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, di dalam Pepru Nomor 1/2017 juga telah mengatur kembali aturan kerahasiaan 4 lembaga keuangan, yakni perbankan, perbankan syariah, asuransi dan pasar modal.
"Selama ini kami tetap dapat akses kalau ada masalah pajak maka kami akan sampaikan ke OJK bahwa ada masalah x, y, z kami mintakan infonya untuk keperluan perpajakan. Dewan Komisioner OJK akan sampaikan ke lembaga jasa keuangan itu. Tapi kasus per kasus dan tidak otomatis. Jadi 139 negara akses informasi oleh otoritas pajak sifatnya otomatis maka Perppu ini memberikan akses keuangan yang sifatnya otomatis. Jadi enggak minta satu per satu," kata Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Meski bisa mengakses data nasabah secara otomatis, tagas Sri Mulyani, Ditjen Pajak tidak serta merta melakukan pengecekan begitu saja, tanpa ada kepentingan terlebih dahulu.
"Bukan berarti kalau otomatis bukan berarti ada kesewenang-wenangan. Saya enggak suka sama dia lalu saya cari account-nya. Itu akan kami jaga, otomatis artinya dirjen pajak punya kewenangan untuk keperluan perpajakan, bukan yang lain. Makanya protokol akan dibuat dalam bentuk PMK," tutupnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo ternyata telah memperkirakan potensi penerimaan negara dari kebijakan tersebut. Akan tetapi ini belum bisa disampaikan kepada publik.
"Kita lihat waktunya dunia semua sepakat dan seperti saya katakan, negara asal tax haven regional semua ikut dan tidak akan ada lagi penyembunyian. Yang digaris bawahi adalah tata kelola yang baik, peraturan dilakukan dengan ketat, kerahasiaan dibuka oleh semuanya," jelas Agus pada kesempatan yang sama. (mkj/mkj)