Saat ini total panjang rel mati di Pulau Jawa dan Madura mencapai 1.600 kilometer (km) lebih. Jalur-jalur rel mati tersebut bisa direaktivasi seluruhnya pada 2030.
Ketua Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska), Hermanto Dwiatomoko, mengungkapkan reaktivasi jalur kereta api peninggalan Belanda memang sangat strategis, namun tak semua jalur tersebut layak secara ekonomi dihidupkan kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, lanjutnya, butuh dana puluhan triliun untuk menghidupkan rel-rel mati tersebut. Apalagi saat ini, sudah banyak bangunan yang berdiri menyerobot tanah di atas rel.
"Kedua tidak tersedia dana. Contohnya saja jalur ke Pangandaran itu mubazir karena butuh biaya sangat besar. Kemudian jalur tersebut sejajar dengan jalan raya, berbeda dengan Cianjur-Padalarang yang tidak jalan raya tidak sejajar, banyak orang membutuhkan," terang Hermanto.
Meski tanah di atas rel mati berstatus tanah negara, juga bukan perkara mudah untuk melakukan pembebasan lahan.
"Yogyakarta-Magelang itu tanah trek lama itu sudah jadi padat pemukiman, begitu juga Purwokerto ke Wonosobo, sudah rumah banyak itu," kata mantan Dirjen Perkeretaapian ini.
Baca juga: Jokowi Aktifkan Lagi Rel Zaman Belanda |
Seperti diketahui, dari ribuan kilometer jalur rel mati tersebut, beberapa prioritas utama yang direncanakan diaktivasi pemerintah yakni jalur Padalarang-Cianjur, Tawang-Tanjung Emas, Semarang Kedungjati-Tuntang, kemudian dalam waktu dekat dilanjutkan dengan Rangkasbitung-Labuan.
Selain jalur-jalur rel mati penghubung antar kota di zaman Hindia Belanda itu, Kemenhub juga memprioritaskan reaktivasi jalur-jalur kereta yang menghubungkan langsung ke pelabuhan. Zaman dulu, Belanda selalu membangun rel kereta api menuju pelabuhan-pelabuhan besar yang dibangunnya seperti Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan Tanjung Priok. (idr/hns)











































