"Khusus jagung kami prediksi surplusnya bisa dicapai tahun 2018," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/6/2017).
Hal serupa juga disampaikan Presiden Joko Widodo saat membuka Pekan Nasional Tani dan Nelayan (Penas KTNA) di Banda Aceh (6/5/17) lalu. Jokowi mengapresiasi kinerja petani di seluruh Indonesia yang mendukung peningkatan produksi jagung sehingga Indonesia dapat menekan ketergantungan pada jagung impor 3,6 juta ton pada 2015 menjadi 900 ribu ton pada 2016 setelah pemerintah memutuskan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp3.150 per kg.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan peningkatan produksi, maka pemerintah meyakini produksi jagung Indonesia sudah bisa surplus segera mungkin atau di 2018," katanya.
Produksi yang meningkat tentunya, lanjut Mentan, juga akan terus membuat impor turun. Dia menegaskan dalam upaya menekan impor, pemerintah bukan hanya mendorong peningkatan produksi di berbagai daerah sentra produksi, tetapi juga menjalin kerja sama dengan asosiasi Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT).
GPMT diminta mendorong perusahaan anggotanya untuk bisa lebih mengutamakan menyerap produksi jagung lokal untuk kebutuhan industri.
"Dengan penyerapan jagung lokal petani semakin bergairah bertanam jagung sehingga produksi bisa memenuhi bahkan melebih kebutuhan konsumsi dan pabrikan yang sekitar 1,7 juta ton per bulan," katanya.
Berdasarkan data produksi 2016 sebesar 23 juta ton pipilan kering (BPS) dan target luas tambah tanam jagung 2017 sebesar 700 ribu hingga 1 juta hektare, Indonesia optimistis surplus jagung di 2018.
Secara logika, surplus prduksi jagung tersebut diharapkan dapat juga menekan impor gandum. Dalam hal ini nasionalisme untuk memaksimalkan penggunaan produksi lokal dan mensubstitusi bahan baku gandum impor dengan jagung lokal akan sangat membantu terwujudnya swasembada jagung nasional.
(nwy/hns)











































