"Kondisinya sebetulnya kalau kita lihat baik, cuma kalau kita lihat masalah psikologis saja yang membuat orang-orang ragu-ragu untuk ekspansi," jelas Hariyadi ditemui di Hotel Sahid, Jakarta, Senin (12/6/2017).
"Selama ini orang kan masih agak sedikit apatis, kurang bergairah karena masalah politik kemarin," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya kalau ini selesai (politik), nggak perlu ada kekhawatiran. Internasional saja kasih pendapatnya bagus semua kok. S&P, doing business kasih bagus, competitiveness kasih index juga bagus. Ekonomi nggak ada masalah, lebih ke psikologis saja," ungkap Hariyadi.
Selain masalah kestabilan politik, pengusaha juga melihat ekonomi belum bisa melaju cepat lantaran daya beli masyarakat yang masih rendah.
"Kalau dari kita pengusaha kan pasti melihat semuanya dari pasar. Kalau daya belinya semakin kusut, enggak ada optimisme, orang kan nggak berani juga memproduksi barang banyak atau melakukan ekspansi. Jadi ini ada kaitannya semua," ucap Hariyadi.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Rosan Roeslani, melihat masih belum pulihnya ekonomi Indonesia bisa dilihat dari daya beli masyarakat yang masih rendah.
"Tadinya diharapkan ada lonjakan daya beli pada saat bulan puasa dan mendekati Lebaran, biasanya naik 30% sampai 40%. Saya dapat masukan dari ritel itu rata-rata kenaikannya 10% sampai 15%. Kenaikan ada tetapi tidak menonjol seperti tahun-tahun sebelumnya," terang Rosan. (idr/hns)