Sekjen DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsin mengaku menyambut baik kebijakan pemerintah memberlakukan sistem lelang gula kristal rafinasi tersebut.
"Sistem tersebut menjawab persoalan rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi. Aneh jika ada pihak yang meminta agar dibatalkan," ujar Khabsin dalam keterangan tertulis, Selasa (13/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen menambahkan, sistem lelang ini memudahkan pemerintah dan penegak hukum untuk melacak jika terjadi kebocoran karena memberlakukan sistem e-barcode.
sistem tersebut jauh lebih maju dibandingkan sebelumnya.
Sebelum adanya sistem lelang dan e-barcode tersebut, lanjut dia, sejumlah wilayah terutama Indonesia Timur, dibanjiri gula rafinasi namun hingga saat ini sulit untuk melacak pelakunya.
Produsen gula rafinasi saling menyangkal bahkan disejumlah kasus, diduga adanya industri yang membeli gula rafinasi dengan harga murah lalu menjual ke pasar konsumsi dengan harga pasar.
Dengan pola baru ini, pelaku usaha nakal yang biasa menjual gula rafinasi sebagai gula konsumsi, saat ini tak bisa berkutik melakukan aksinya lagi.
Dalam mekanisme transaksi GKR saat ini, pembelian skala kecil hanya bisa dilakukan melalui distributor. Akibatnya pengusaha kecil akan mendapat harga lebih tinggi dibandingkan industri besar yang bisa bertransaksi langsung ke pabrik.
Dengan sendirinya, pedagang kecil tak akan tertarik lagi memperjualbelikan gula rafinasi untuk pasar konsumsi. Harapannya, rembesan gula rafinasi bisa dihilangkan.
"Kalau ada yang alergi terhadap ide sistem lelang GKR yang menerapkan sistem proteksi tersebut maka patut dicurigai bahwa orang tersebut pro perembesan," tutup Nur Khabsin. (dna/dna)