Para pekerja infal biasanya memiliki latar belakang sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) ataupun baby sitter/perawat. Momen Lebaran kemudian dimanfaatkannya untuk memperoleh pendapatan lebih.
Salah seorang tenaga infal ART asal Lampung, Juwita mengatakan, telah berprofesi sebagai infal sejak 12 tahun lalu. Sejak saat itu, Juwita mengaku ketagihan menjalani profesi tersebut lantaran penghasilan yang dinilainya cukup besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari bekerja sebagai tenaga infal selama 10 hari, Juwita mampu mengantongi pendapatan hingga Rp 2 juta. Penghasilan tersebut pun belum termasuk hadiah atau Tunjangan Hari Raya (THR) yang kerap diberikan dari pengguna jasa (majikan) sebagai bonus dari hasil kerja yang memuaskan.
"Infal Rp 200 ribu per hari, Rp 2 juta lah. Nanti suka dikasih hadiah lagi, THR gitu dari majikan," ujarnya.
Begitu juga dengan yang dirasakan Rasini, tenaga infal asal Purbalingga. Ini kali pertamanya Rasini mencoba menjadi infal saat Lebaran. Pada hari-hari biasanya rasini bekerja sebagai baby sitter di Jakarta.
Namun pada Lebaran tahun ini, dirinya memilih tidak pulang ke kampung halamannya, mengingat kebutuhan anaknya yang sangat mendesak untuk masuk sekolah.
"Keluarga sudah ikhlas, alhamdulillah. Saya butuh sekali untuk nyekolahin anak, masuk sekolah. Apalagi saya sudah enggak ada suami," ujarnya.
Kondisi tersebut pun diamini pemilik perusahaan penyalur PT Dani Mandiri, Dani Setiawan yang mengaku 80% diantara para tenaga infal memang memilih menjadi infal saat Lebaran karena kebutuhan rumah tangga yang mendesak.
"Saya pikir memang hampir 80% dari mereka terpaksa untuk jadi tenaga infal karena kebutuhan," terangnya. (ang/ang)











































