"Investor infrastruktur asal Australia menunjukkan ketertarikan besar masuk ke infrastruktur Indonesia dengan pola pembiayaan ekuitas, pembiayaan utang, dan obligasi subordinasi (subdebt)," jelas Bambang Brodjonegoro seusai menghadiri Investor Forum yang diselenggarakan oleh Australia Indonesia Business Council (AIBC) di Canberra, Australia, Selasa (20/6).
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, investor infrastruktur besar Australia tersebut terus meningkatkan investasi infrastrukturnya di kawasan emerging market di luar Asia seperti Meksiko, Chili dan Eropa Timur dan khusus Asia yang dibidik adalah Indonesia dan Filipina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, investor besar infrastruktur Australia tersebut mengelola aset-aset dana pensiun jangka panjang hingga 20 hingga 30 tahun sehingga sangat cocok untuk pembiayaan dan pengembangan infrastruktur di Tanah Air. Investor tersebut menyatakan tidak ingin menjadi pemegang saham mayoritas dan hanya membidik kepemilikan ekuitas antara 25 sampai 49%.
Sejauh ini, mereka sudah melakukan investasi global selama 10 tahun terakhir di bidang infrastruktur seperti di sejumlah bandara di Amerika Serikat dan Eropa Barat serta Bandara Brisbane dan Sydney. "Investor Australia tertarik dan menjajaki proyek infrastruktur dengan skema Public Private Partnership (PPP) melalui pendekatan availability payment," kata Bambang.
Pemerintah, lanjut Bambang, terus mendorong partisipasi pihak swasta baik dari dalam dan luar negeri untuk mengembangkan infrastruktur di Tanah Air. Keberadaan infrastruktur sangat vital untuk mendorong konektivitas, memajukan pembangunan perkotaan-pedesaan, menekan ketimpangan, dan menjadi prasyarat agar Indonesia dapat menjadi negara maju dan terhindar dari middle income trap country.
Menurut Bambang, kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur mencapai Rp 4.796 triliun hingga 2019, yang dikontribusi oleh dana APBN/APBD senilai Rp 1.978 triliun, BUMN Rp 1.066 triliun dan partisipasi swasta sebesar Rp 1.751 triliun.
"Di berbagai negara seperti Inggris, Thailand, Portugal, dan Brasil, sukses mendorong investasi swasta di infrastruktur melalui skema PPP hingga 40% dari total kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur negara-negara tersebut," urai Bambang.
Guna mempermudah pembangunan infrastruktur, saat ini pemerintahan Presiden Joko Widodo terus meningkatkan iklim investasi dan kemudahan berbisnis di Indonesia. Salah satu tolak ukur keberhasilannya terlihat dari naiknya peringkat Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business) di Indonesia oleh Bank Dunia dari peringkat ke-106 menjadi peringkat 91. Ke depan fokus pemerintah akan memperbaiki dua indikator Ease of Doing Business yang sangat berpengaruh terhadap laju peringkat Indonesia yaitu prosedur memulai berusaha dan enforcing contract. (mkj/dna)