"Yang kita tahu, bahwa tadinya kan sevel itu perluasan bisnis dari FujiFilm. Kalau ingat zaman dulu itu, dia mulainya kan bukanya selalu di samping FujiFilm. Izinnya juga kan bukan izin ritel, kalau dipelajari izinnya dulu restoran," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah, Gati Wibawaningsih, kepada detikFinance, Selasa (27/6/2017)
"Setelah itu, dia gabungin mix, ternyata kan berkembang pesat. Lalu dia terlalu agresif sih, tidak dibarengi dengan sumber daya yang kuat. Pendekatan pasarnya yang agresif. Jadi perencanaannya yang kurang mapan, kurang mantap," lanjut Gati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain beban operasional Sevel sendiri terus bertambah dengan fixed cost dari ruangan yang besar, penggunaan pendingin ruangan, namun tak dibarengi dengan penjualan bertambah.
"Dia kan pangsa pasarnya anak muda. Anak muda kan belanjanya enggak banyak. Sudah begitu, dia bikin tempat nongkrong, pakai AC, itu kan sudah fixed cost. Belanjanya cuma beli satu, selesai sudah," kata Gati.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, mengatakan Sevel gulung tikar karena masalah internal. Menurut Gati, kemungkinan masalah internal yang dihadapi Sevel karena kurangnya pengelolaan data informasi.
Hal ini membuat langkah agresif perluasan bisnis perusahaan tak sesuai dengan pangsa pasar yang ada.
"Karena data basenya dia tidak bagus. Dia kan harusnya melihat itu. Saya yakin semua sumbernya dari data. Informasinya mungkin mereka tidak terlalu cermat. Mungkin mereka awalnya kan ramai, akhirnya lupa. Jadi informasi yang lebih penting dia enggak tangkap," pungkas Gati. (hns/hns)











































