Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), sampai akhir Juni 2017, 11 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia telah memperoleh penetapan pemerintah. Realisasi nilai investasi yang telah masuk ke dalam 11 KEK ini mencapai Rp 221 triliun.
"Dari sejumlah KEK yang diberikan, kami berharap investasi masuk Rp 726 triliun sampai 2030, dan yang masuk sampai saat ini sudah Rp 221 triliun. Memang enggak mudah mencari investor, kita bersaing dengan negara tetangga," kata Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian, Wahyu Utomo dalam Media Gathering di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari lokasinya, KEK Tanjung Api-api meraup investasi terbesar dengan jumlah Rp 161,7 triliun, melalui kegiatan utama industri pengolahan karet, kelapa sawit, dan petrokimia.
Kemudian disusul KEK Pariwisata Mandalika (NTB) sebesar Rp 16,2 triliun, KEK Tanjung Kelayang (Bangka Belitung) Rp 13,8 triliun, KEK Sei Mangkei (Sumatera Utara) Rp 10,8 triliun, KEK Tanjung Lesung (Banten) Rp 8,2 triliun, KEK MBTK (Kalimantan Timur) sebesar Rp 8 triliun, dan KEK Bitung (Sulawesi Utara) Rp 2 triliun.
Sisanya adalah KEK dengan komitmen investasi di bawah Rp 1 triliun, seperti KEK Morotai (Maluku Utara) Rp 95 miliar, KEK Sorong (Papua Barat) Rp 25 miliar, KEK Palu (Sulawesi Tengah) Rp 328 miliar, dan KEK Arun Lhokseumawe (Aceh) Rp 100 miliar.
Demi mencapai target investasi tersebut, saat ini sudah ada 6 usulan KEK baru yang sudah dikaji secara serius. Yaitu Kuala Tanjung di Sumatera Utara dengan rencana investasi Rp 94 triliun, Pulau Asam Karimun (Kepulauan Riau) dengan rencana investasi Rp10 triliun, Merauke (Papua) rencana investasinya Rp926 miliar, Melolo di Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kawasan Pariwisata Pulau Bangka, dan Nongsa (Batam).
Pemerintah pun akan menyediakan fasilitas dan kemudahan di KEK bagi investor. Fasilitas yang diberikan pemerintah itu berupa fasilitas fiskal dan non fiskal. Seperti pembebasan bea masuk, hingga kemudahan perizinan keimigrasian dan penanaman modal.
"Dengan pemberian fasilitas insentif ini, memang akan lost di depan. Tapi gain di belakang. Gain itu tidak hanya bentuk uang, tapi bentuknya lebih luas secara ekonomi," jelas Wahyu. (hns/hns)











































