Pertumbuhan Ekonomi 2017 Disepakati 5,2% dan Dolar AS Jadi Rp 13.400

Pertumbuhan Ekonomi 2017 Disepakati 5,2% dan Dolar AS Jadi Rp 13.400

Hendra Kusuma - detikFinance
Senin, 10 Jul 2017 21:13 WIB
Foto: Hasan Al Habshy
Jakarta - Usai melakukan rapat kurang lebih dari 4 jam, akhirnya Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan persetujuan terkait dengan usulan pengubahan asumsi dasar ekonomi pada RAPBN-P 2017.

Komisi XI dengan DPR melakukan rapat terkait dengan asumsi dasar pada APBNP 2017 mulai pada pukul 14.00 WIB, dan berakhir pada sekitar 17.55 WIB atau hampir empat jam.

Dengan begitu, asumsi dasar ekonomi perubahan yang disepakati yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, tingkat inflasi 4,3%, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per US$, dan suku bunga SPN 3 Bulan sebesar 5,2%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah dan BI sepakati asumsi makro untuk pertumbuhan ekonomi 5,2%, inflasi 4,3%, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per US$, dan suku bunga SPN 5,2% dapat disetujui," tanya Pimpinan Rapat Komisi XI, Melchias Marcus Mekeng di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (10/7/2017).

"Setuju," jawab anggota Komisi XI.

Dalam diskusinya, ada beberapa anggota yang mengkritis usulan pengubahan asumsi dasar ekonomi pada RAPBNP 2017. Seperti dari Anggota Komisi XI dari Partai Demokrasi Indonesia, Eva Kusuma Sundari.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, selama ini inflasi Indonesia didominasi oleh kelompok volatile food.

"Dulu di orde baru inflasi kita double digit setiap tahun, selalu. Dan selalu sumber utamanya volatile food, karena infrastruktur lemah, negara kepulauan sangat tersebar antara satu daerah dengan yang lain. Tahun ini, kami berhasil. Meski kami sadar, admistered prices tekanannya akan tinggi tahun ini karena kami tahu harga komoditas akan tinggi. Makanya sejak awal kami bersiap kendalikan volatile food. Bisa dikatakan kami berhasil karena kendalikan volatile food," kata Darmin.

Lanjut dia, pengendalian inflasi juga akan dilakukan dengan pertama melakukan pengendalian volatile food dan kemudian di kelompok administered price.

"Karena dari dulu kami sadar, ini dia sumber inflasi kita. Soal inflasi hampir-hampir identik dengan volatile food, meski kadang-kadang adminstered prices berubah," jelasnya.

Adapun yang mempertanyakan terkait dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Misbhakun. Dia mempertanyakan komitmen pemerintah dalam merealisasikan penerimaan negara.

"Saya tanya diagnosisnya apa? Jangan pasang target awal tahun sangat tinggi, lalu dikoreksi lagi. Bapak kan pemerintah, yang sources datanya punya. Gejalanya apa? Ekonomi tumbuh tapi penerimaan turun?," kata Misbhakun.

Merespon hal tersebut, Darmin menyebutkan, pengubahan target penerimaan dikarenakan hitungan yang sebelumnya disepakati ada di level yang tinggi. Sehingga, di dorong lebih rendah pada APBNP 2017.

"Karena pemerintah tidak ingin APBN jadi faktor risiko dari penilaian market internasional. Kami sepakat enggak apa-apa kami turunkan ke arah lebih realistis tapi APBN tidak jadi risiko. Bayangkan kalau tidak diturunkan Rp 50 triliun orang bisa hitung dari realisasi kita. "Ini risiko ini. Itu lebih buruk dampaknya daripada kami buka saja," jelasnya.

Lanjut Darmin, pemangkasan target penerimaan juga dikaitkan dengan defisit fiskal yang mana realisasi anggaran belanja pemerintah berada dikisaran 96-97%.

"Tentu dengan anggapan penerimaannya 100% maka sebetulnya 2,68%. Maka market itu mereka adalah pihak-pihak yang cukup pragmatis untuk mau hitung apa yang kami sajikan itu masuk akal atau tidak. Maka kami anggap risiko kurang kredibel itu lebih rendah, dibanding kami coba pertahankan penerimaan yang agak tinggi di APBN nya tapi dipraktiknya enggak jauh beda dengan hitungan kami sekarang," tutup dia. (mkj/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads