Hal ini disampaikan JK dalam sambutannya pada acara Simposium Ekonomi di gedung MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2017). Menurut JK sangat berbeda dibandingkan dengan era orde baru dengan porsi dana pembangunan mencapai 50%.
"Sekarang ini anggaran pembangunan hanya sisa kurang lebih dibawah 20% dari pada seluruh APBN, saat jaman Pak Harto itu 50%-nya anggaran pembangunan atau lebih, dan kurang dari 50%-nya anggaran rutin. Sekarang anggaran rutinnya hampir 80%, termasuk bayar utang dan bayar bunga," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada APBN 2017, belanja pemerintah pusat capai Rp 1.315,5 triliun. Dana pembangunan yang tergambar dari belanja modal mencapai Rp 194,3 triliun. Sementara itu belanja barang Rp 296,2 triliun dan belanja pegawai Rp 220,2 triliun serta bantuan sosial Rp 53 triliun. Pembayaran bunga utang capai Rp 221,2 triliun
Dana pembangunan pada pemerintahan sekarang sudah coba ditingkatkan melalui reformasi subsidi energi, dengan mencabut subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan penerapan skema subsidi tetap untuk solar.
JK menilai perlunya peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar mendorong dana pembangunan lebih besar agar mencapai tujuan akhir yaitu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.
"Saya setuju agar kita kembali lagi ke tujuan awal kita dengan langkah-langkah ekonomi, khususnya keadilan sosial itu. Karena kalau tidak akan timbul lagi persoalan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia. Timbul kesenjangan yang lebih besar," paparnya.
"Kita tidak perlu menjelaskan ini ekonomi Pancasila atau tidak, tapi dasar-dasarnya itu pertumbuhan dan pemerataan sekaligus," tegas JK. (mkj/dnl)