Persetujuan tersebut usai Banggar menyetujui anggaran pembiayaan investasi dalam rancangan pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBNP) 2017, khusunya anggaran investasi kepada BUMN yang meningkat menjadi Rp 6,4 triliun dari yang semula di APBN 2017 sebesar Rp 4,0 triliun.
Adapun, PMN yang didapatkan PT KAI dalam RAPBNP 2017 sebesar Rp 2 triliun, sedangkan untuk Djakarta Lloyd sebesar Rp 379 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Catatan khusus PMN pada RAPBNP 2017 dikarenakan pengusulannya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sesuai aturan yang berlaku, seharusnya pengajuan PMN terlebih dahulu dibahas dengan Komisi VI DPR selaku mitra kerja Kementerian BUMN.
Anggota Banggar Wahyu Sanjaya dari Fraksi Demokrat bahkan meminta bahwa PMN yang didapatkan dua perusahaan pelat merah ini untuk ditolak.
"Barang ini tidak pernah dibahas di Komisi VI. Jadi belum saatnya kita bahas di sini. Kalau mau ajukan, ajukan di komisi VI. Kalau saya lihat KAI ini pelik, karena ada urusan Adhi Karya. Kalau saya memilih yang ikut aturan. Khusus untuk PMN dikembalikan saja dulu," papar Wahyu
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, PMN yang sebesar Rp 2 triliun dan Rp 379 miliar memiliki fungsi yang penting bagi masing-masing perusahaan.
Untuk PMN Djakarta Lloyd, kata Suahasil, digunakan dalam rangka kemampuan perusahaan melakukan leverage, menambah modal kerja melalui investasi PMN non tunai. Sedangkan PMN PT KAI, dalam rangka penugasan penyelenggaan operasional dan sarana proyek LRT Jabodebek melalui PMN tunai. (mkj/mkj)











































