Nama Palangka Raya menjadi salah satu lokasi yang masuk sebagai calon ibu kota baru. Lantas bagaimana nanti bila pemerintah benar-benar akan dipindahkan ke Palangka Raya?
Menurut Akademisi sekaligus Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya, Ibnu Elmi A.S Pelu, pindahnya ibu kota ke Palangka Raya akan memberikan efisiensi yang besar bagi aktivitas pemerintahan. Pasalnya, Palangka Raya dengan luas lahan yang dimilikinya akan membuat pemerintah leluasa membangun sebuah kota yang tertata rapi dan terencana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Noval/detikcom |
"Di Jakarta dalam pelayanan administrasi pemerintahan, waktu tiga jam tidak cukup untuk dari satu kementerian ke kementerian yang lain dalam posisi crowded. Tapi untuk di luar pulau Jawa, itu cuma memakan waktu satu jam untuk dalam penerbangan. Saya pikir kayaknya harus diwacanakan di tempat yang lengang, di tempat yang betul-betul tidak bercampurnya masalah sosial dengan masalah pemerintahan," katanya kepada detikcom saat ditemui di kantornya, Palangka Raya, Kamis (13/7/2017).
Namun demikian, Ibnu mengingatkan, pindahnya pusat pemerintahan ke Palangka Raya, jangan sampai menimbulkan ketimpangan baru di daerah baru tersebut. Dengan adanya urbanisasi besar-besaran, maka otomatis akan terjadi asimilasi atau bauran kebudayaan.
"Jadi dalam sebauah rancangan kebijakan itu juga harus memberikan insurance atau jaminan supaya mereka itu tetap terakomodir di dalam kepentingan-kepentingan, sehingga mereka tidak menjadi merasa termajinalkan. Itu wajar, menurut saya secara psikologi wajar. Kenapa Jakarta seperti itu (orang asli terpinggirkan) karena tidak terpikirkan dari awal. Nah nanti the next ibu kota negara dalam suatu tempat, itu harus menjadi bahan kebijakan dan pertimbangan," ungkapnya.
"Seperti kalau originally mereka masyarakat tepi sungai, kalau mereka itu perikanan, ya mereka harus diperkuat pada perikanan lokal. Pada ikan air tawar, jangan dipaksakan mereka pindah ke atas. Ya mereka di sungai, ya di sungai. Jadi menempatkan masyarakat pada budayanya," tukas dia. (wdl/wdl)












































Foto: Noval/detikcom