PT IBU Beli Gabah Petani di Atas Harga Pemerintah, Kok Bisa?

PT IBU Beli Gabah Petani di Atas Harga Pemerintah, Kok Bisa?

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 25 Jul 2017 15:00 WIB
Foto: Dok. BEI
Jakarta - Satgas Pangan menuding PT Indo Beras Unggul (IBU) mengoplos beras subsidi jenis IR 64 menjadi beras premium. Varietas gabah tersebut disinyalir dibeli langsung dari petani.

Direktur sekaligus Juru Bicara PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), Jo Tjong Seng, selaku pihak induk usaha PT IBU mengakui memang pihaknya membeli gabah langsung dari kelompok petani.

Menurutnya meski para petani mendapatkan subsidi benih dan pupuk, namun mereka juga berhak menjual kepada penggilingan manapun. Namun harga penjualannya seharusnya di atas harga pokok penjualan (HPP) kepada Bulog sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Petani memiliki pilihan apakah menjual kepada pemerintah atau ke pasar sesuai mekanisme pasar. Dengan begitu harga pasar lebih tinggi dari harga acuan, dan itu berarti petani sudah diuntungkan," kata Jo dalam acara Public Expose Insidentil di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (25/7/2017).


PT IBU sendiri membeli gabah kering panen dari kelompok petani di sekitar pabriknya sebesar Rp 4.900 per kg. Angka pembelian gabah itu juga dituding Satgas Pangan terlalu tinggi.

Jo menjelaskan pihaknya sengaja membeli dengan harga yang lebih tinggi karena ingin mendapatkan gabah kualitas yang tinggi dengan kandungan air lebih sedikit. Sebab biasanya hasil produksi rendemen menjadi beras sekitar 50% dari berat gabah yang dibeli.

"PT IBU melakukan pembelian dari harga pasar, jadi mengikuti sesuai yang berlaku. Tentu harga pasar yang ada sudah pasti lebih tinggi dari harga acuan. Kami juga bekerja sesuai deskripsi mutu yang jelas. Maka kami memberikan insentif ke petani yang mampu memberikan gabah yang sesuai dengan sesifikasi kita. Supaya petani berbondong-bondong mau mulai memperhatikan produktivitas dan nilai mutu," imbuhnya.


Harga jual beras

Dengan harga pembelian bahan baku yang lebih tinggi, kata Jo, tentu membuat harga beras milik PT IBU yang bermerek Cap Ayam Jago lebih mahal dibanding HET yang ditentukan pemerintah. Adapun harga beli konsumen beras Cap Ayam Jago sebesar Rp 13.700 per kg, sedangkan HET beras yang ditetapkan pemerintah Rp 9.000 per kg.

Jo juga menjelaskan, untuk harga jual ditentukan dari proses produksi pengolahan gabah menjadi beras. Biasanya hasil rendemen beras itu susut 50% dari berat gabah yang dibeli.

"Jadi perhitungan sederhana, dari 1 kilogram (kg) gabah akan jadi gabah 500 gram. Kalau harga temuan Rp 4.900, jadi berasnya jadi Rp 9.800," terangnya.


Setelah menjadi beras, PT IBU juga mengeluarkan beragam biaya, seperti biaya produksi dan pengemasan, biaya pengiriman dan marketing, serta biaya overhead. Total 3 biaya utama tersebut sekitar Rp 1.700 per kg.

"Kami tegaskan juga, kami ini B2B, jadi tidak menjual langsung ke konsumen. Kami menjual ke mitra kami," tambah Jo.

Adapun total harga pokok penjualan untuk beras bermerek Maknyuss sampai di distributor sebesar Rp 11.500. Angka itu berasal dari Rp 9.800 ditambah total biaya Rp 1.700.

Jika harga beli konsumen Maknyuss di pasar tradisional dan supermaket sebesar Rp 13.700 jika dikurang Rp 11.500 maka, margin distributor ditambah grosir hingga pengecer sekitar Rp 2.100.

Kandungan gizi

Jo Tjong Seng juga menjelaskan, yang dibaca oleh Satgas Pangan itu merupakan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tabel tersebut berada di laju kanan dalam kolom penjelasan informasi gizi kemasa Cap Ayam Jago.

"Kami tegaskan angka 25% yang tercantum itu AKG, bukan menunjukkan kandungan gizinya," tegasnya.

Sementara untuk kandungan gizi tercantum dalam lajur kiri kolom tersebut. Tercatat kandungan karbohidrat Cap Ayam Jago 74 gram dari per takaran saji yakni 100 gram. Itu artinya dari per takaran saji kandungan karbohidratnya 74%.

"Lalu secara umum beras putih kisaran kandungan karbohidratnya itu 74-81 gram. Jadi bahwa pemuan lab Satgas Pangan 81 gram masih masuk dalam kandungan itu. Jadi tidak ada perbedaan, hanya menafsirkannya saja yang mungkin tidak jelas," imbuhnya.


Jo menambahkan, pihaknya sengaja mencantumkan AKG di tabel informasi nilai gizi bukan untuk menipu konsumen, melainkan untuk menginformasikan ke konsumen berapa banyak kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak untuk manusia.

"Informasi nilai gizi ini inisiatif kami menginformaiskan ke konsumen, agar bagaimana mereka mengatur pola memenuhi kecukupan gizinya. Kita harus ketahui beras sumebr karbohidrat bukan protein," tukasnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads