Seperti diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, bahwa meskipun jumlahnya sedikit namun impor berisiko tinggi dapat mengganggu stabilitas ekonomi. Selain itu juga mengancam para pelaku bisnis yang taat terhadap peraturan pemerintah.
"Program ini merupakan arahan Presiden RI, di mana industri dalam negeri yang taat aturan harus dilindungi dan didorong pertumbuhannya. Sehingga praktik-praktik impor yang tidak sesuai aturan harus dihentikan. Namun kami tidak dapat melakukan hal ini sendiri, butuh dukungan dari berbagai pihak," jelas Heru dalam keterangan tertulis dari Bea Cukai, Senin (31/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proses implementasi terhadap suatu kebijakan menyumbang 60% faktor kesuksesan. Sehingga setiap proses pengimplementasian kebijakan harus diperhitungkan agar hasil akhir tujuan program ini tercapai," ujar Bambang.
Bambang menambahkan bahwa penyederhanaan prosedur dan sistem dalam pelayanan kepabeanan dan cukai harus dilakukan guna memudahkan proses bisnis para pelaku usaha.
"Dalam program penertiban impor berisiko tinggi ini, salah satu inisiatif strategisnya adalah meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan di mana hal tersebut dapat dilakukan dengan menyederhanakan perizinan antar kementerian dan lembaga tentu harus dilakukan," jelasnya.
Bambang berharap bahwa dengan adanya program penertiban impor berisiko tinggi dapat menutup peluang-peluang kebocoran penerimaan negara. Sehingga ke depannya dapat tercipta proses bisnis yang benar-benar bersih, adil, dan transparan.
Reformasi Bea Cukai
Sementara itu Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengungkapkan bahwa program penguatan reformasi yang dilakukan Bea Cukai merupakan program yang sangat diharapkan seluruh stakeholder, tidak hanya para pelaku dunia usaha namun seluruh instansi.
"Impor berisiko tinggi jelas harus ditertibkan karena tidak hanya berdampak pada hilangnya penerimaan negara, namun risikonya juga berdampak terhadap perekonomian Indonesia," ungkapnya.
Enny juga mengungkapkan kunci sukses dalam pelaksanaan program ini bahwa titik krusialnya adalah pada tahap pengimplementasiannya.
"Pengimplementasian program ini tidak hanya bergantung pada Bea Cukai tapi bergantung pada seluruh Kementerian dan Lembaga yang terlibat dalam program ini. Jika ini dilakukan secara sinergis dan penuh komitmen tentunya akan menimbulkan perubahan. Perubahan itu awal dari 'trust' para pelaku usaha," ujarnya.
"Jika semua pihak telah memiliki persamaan persepsi kalau pemerintah sedang melakukan penegakan hukum, dan upaya pendisiplinan maka tidak satupun para pelaku usaha akan melakukan moral hazard. Kalau suasana keteraturan ini terjadi, program penguatan reformasi akan mencapai tujuan akhirnya di mana akan menciptakan satu efisiensi ekonomi Indonesia," pungkasnya. (ega/hns)