KEIN: Ekonomi Tumbuh Sesuai Harapan, Asal...

KEIN: Ekonomi Tumbuh Sesuai Harapan, Asal...

Niken Widya Yunita - detikFinance
Selasa, 01 Agu 2017 12:22 WIB
KEIN: Ekonomi Tumbuh Sesuai Harapan, Asal...
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta (Foto: Muhammad Idris/detikFinance)
Jakarta - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta, meyakini target pertumbuhan ekonomi 2017 yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni 5,2% dapat tercapai, bahkan bisa lebih. Untuk merealisasikannya, dia menyarankan pemerintah mendorong pertumbuhan melalui pembangunan berbasis wilayah.

Menurut Arif, pembangunan berbasis wilayah ini penting, karena sejak kebijakan desentralisasi didengungkan, hampir tidak ada perubahan kontribusi Pulau Jawa dan luar Jawa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga triwulan I-2017, kontribusi Pulau Jawa mencapai 58,49% dan sisanya yakni kontribusi seluruh pulau lain.

"Kondisi pembangunan yang tidak simetris ini yang ingin diatasi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan belum terimplementasi secara detail, sehingga daerah masih merasakan ketimpangan (pembangunan)," papar Arif dalam keterangan tertulis dari KEIN, Selasa (1/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arif mengatakan itu usai menjadi pembicara pada diskusi terbatas 'Mencari Solusi untuk Kebangkitan Ekonomi Indonesia di Tahun 2025' yang diselenggarakan oleh Dewan Pertimbangan Presiden di Jakarta, Senin (31/7/2017).

Untuk merealisasikan niat baik tersebut, Arif mengungkapkan, pemerintah perlu mendorong investasi berbasis wilayah.

Dari hasil simulasi KEIN, kebutuhan terhadap investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 5,3% sangat besar, yaitu mencapai Rp 4.275 triliun.

"Besaran tersebut termasuk investasi pemerintah dan BUMN. Walaupun yang terbesar diharapkan dari korporasi swasta," ujarnya.

Pada tahun ini, target yang telah ditetapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekitar Rp 678 triliun. Kata Arif, realisasinya bisa lebih dengan berbagai kreativitas yang tepat.

Misalnya, mengembangkan pola investasi bilateral melalui kerjasama antar pemerintah dengan menyasar negara-negara potensial. Selain itu, dapat menggalakkan pola kerja sama pemerintah dengan swasta (public private
partnership/PPP).

"Dengan fokus menyasar investor potensial, sekaligus pemerintah menyiapkan fasilitas yang diperlukan termasuk 'karpet merah' bila diperlukan agar investor besar mau datang. Jangan sekadar menebar jala, kemudian yang datang investor kecil yang pada akhirnya jauh dari target," kata Arif.

Arif kembali menegaskan, perlu didorong pemerataan investasi di seluruh wilayah potensial dan jangan sampai terkonsentrasi di Pulau Jawa. Pengembangan investasi sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah sangat penting dalam konsep 'Regional Growth Strategy'. Melalui cara ini, katanya, akan tercipta lapangan kerja
yang merata, ekonomi yang berimbang antar wilayah, serta keadilan sosial.

Hingga triwulan I-2017, lanjutnya, 47,54% aliran investasi asing berlabuh di Pulau Jawa. Sedangkan investasi dalam negeri yang ke Pulau Jawa mencapai 64,24%.

"Sisanya baru ke Pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan serta lainnya," kata Arif.

Bersamaan dengan peningkatan investasi berbasis wilayah, dalam simulasi KEIN kata Arif, pemerintah perlu juga mendorong ekspor. Untuk pertumbuhan 5,3%, ekspor harus tumbuh 7,31% atau secara nominal sekitar Rp 2.540 triliun dengan asumsi pertumbuhan impor statis, yaitu 5%.

Hal ini sangat memungkinkan, karena saat ini perekonomian mitra dagang Indonesia juga dalam kondisi yang baik, misalnya China. Perekonomian global yang membaik, lanjutnya, dapat mendorong permintaan produk ekspor Indonesia.

Karena itulah, Indonesia memiliki kesempatan menjadi bagian dalam sistem supply chain industri global untuk meningkatkan kapasitas maupun peluang ekspor. Selain fokus pada ekspor dan investasi berbasis wilayah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkualitas, pemerintah diharapkan menjaga kondisi yang ada sekarang tetap stabil. Misalnya inflasi harus ditahan minimal seperti sekarang guna mendorong tingkat konsumsi rumah tangga.

Stabilitas harga barang, Arif menegaskan, menjadi sangat penting terutama barang kebutuhan pokok. "Sebab 65 persen konsumsi rumah tangga miskin disumbang oleh komponen bahan makanan," ujarnya.

(nwy/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads