Para pekerja menolak adanya perpanjangan kontrak JICT antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding hingga 2039 yang terindikasi merugikan keuangan negara sebesar US$ 360 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun.
Selain itu, dengan adanya pembayaran rental fee dari JICT kepada Pelindo II sebesar US$ 85 juta per tahun dinilai membuat kesejahteraan karyawan JICT menurun, di antaranya pembayaran bonus pekerja. Akibatnya, pembayaran bonus 2016 jauh berkurang dari yang seharusnya dibayarkan kepada pekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kan apa yang dituntut tidak bisa dipenuhi ya. Ada 3 poin itu kan kaya misalnya insentif lebih rendah dan produktivitas, PKB minta ditambah. Hal-hal seperti itu memang kesepakatan belum ada sampai sekarang," ujar Riza saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Kerugian JICT dengan adanya mogok kerja seperti ini per harinya diperkirakan mencapai US$ 500.000. Namun perusahaan tetap enggan membayar tambahan bonus yang salah satunya diminta para pekerja, sebabnya hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Ini masalah kepatutan GCG, enggak bisa bayar sesuatu tanpa aturan. Bukan masalah uangnya, tapi kepatutan apakah patut bayar itu," kata Riza.
Turunnya bonus tahun 2016 yang diberikan ke pegawai JICT pada April 2017 disebabkan karena mulai adanya persaingan jasa kepelabuhan di sekitar Priok. Sehingga JICT tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan pengusaha melakukan bongkar muat barang.
Riza menambahkan perusahaan dengan para pekerja saat ini tengah dalam tahap mediasi. Hal ini difasilitasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
"Tahap mediasi sekarang. Depnaker turun, kemarin juga turun," kata Riza. (ang/ang)