"Perbatasan ada selundupan bawang, ya kami coba ke Kepulauan Riau di jalur tikus di perbatasan. Banyak barang masuk tiap bulan selundupan. Kami datang, Pak Kapolda dan Gubernur bilang ditutup saja, saya bilang buka saja dan jadikan bagian industri di perbatasan," kata Andi di Universitas Udayana, Jl Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Jumat (4/8/2017).
Yang dimaksud Amran berupa pembukaan sawah, jagung dan lainnya di perbatasan. Sawah dan perkebunan itu sengaja dibuka di dekat perbatasan sehingga hasilnya bisa langsung diekspor si petani tanpa melalui tengkulak nakal sekaligus mencegah penyelundupan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tanam padi di perbatasan. Ekspor tinggal 'lempar', Papua juga mengekspor hanya 'lempar'. Di Papua, tanam jagung 'lempar' ke sebelah, Papua Nugini, sudah ekspor," ujar Andi.
Langkah progresif ini tidak semulus jalan raya di perbatasan, Andi menyatakan ada protes dari para importir. Protes itu terkait kemudahan bagi petani di perbatasan untuk langsung mengekspor hasil buminya.
"Saat yang sama, negara pengimpor ke Indonesia protes karena petani organik tinggal lempar sudah ekspor," ucap Andi.
Menteri Andi juga ingin para petani di Indonesia memanfaatkan air hujan seperti pertanian modern di Eropa. Andi menyayangkan air hujan di Indonesia hanya berlalu ke laut tanpa dimanfaatkan petani.
"Ada dua kekuatan Indonesia yang harus digali, yaitu tanah-tanah hujan yang hanya produksi satu kali setahun, bagaimana jadi tiga kali setahun? Di Jerman, air di-recycle bisa 40 kali, kita boro-boro satu kali," pungkas Andi.
"Mimpi kami, hujan diubah menjadi karbohidrat, jangan biarkan sampai ke lautan sehingga bermanfaat untuk Indonesia. Ini semua demi grand design 2045, Indonesia menjadi lumbung pangan dunia," imbuhnya. (vid/hns)











































