Angin segar sebenarnya datang di pertengahan 2017. Lembaga pemeringkat internasional S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia, melengkapi opini Moody's and Fitch pada 2010 dan 2011 lalu untuk mendapatkan label investment grade.
Berdasarkan hasil riset DBS yang dikutip detikFinance, Selasa (15/8/2017), ini tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 5% atau lebih tinggi dari kebanyakan negara berkembang di dunia. Walaupun dengan potensi yang ada, seharusnya ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 6,5%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Selain itu, tren bonus demografi (demographic boost) yang dapat dinikmati Indonesia relatif lebih lemah. Di India dan Filipina, persentase penduduk usia kerja terus meningkat secara perlahan hingga 2050. Sedangkan di Indonesia, akan terjadi lebih awal, sekitar tahun 2035.
Investasi yang meningkat dapat memberikan keunggulan untuk Indonesia. Hal yang menarik adalah kenyataan bahwa rasio investasi terhadap PDB telah meningkat secara gradual di Indonesia dari 29% di tahun 2007 hingga 34% pada 2017. Di angka 34% dari PDB, rasio Indonesia jauh melebihi India maupun Filipina.
![]() |
Produktivitas yang menurun tampaknya bisa menjelaskan mengapa investasi masih belum menghasilkan pertumbuhan PDB yang lebih kuat. Salah satu cara untuk menakar produktivitas adalah dengan mengkalkulasi incremental capital output ratio (ICOR), yang mengindikasikan jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan satu dolar dalam perekonomian.
Sejak 2016, Indonesia memerlukan kurang lebih US$ 7 dalam investasi untuk bisa menghasilkan tambahan US$ 1, jauh di atas India dan Filipina. Rasio ini juga telah meningkat dalam satu dekade terakhir di Indonesia.
![]() |
Menanti Efektivitas Paket Kebijakan
Pemerintah telah menggulirkan 15 paket reformasi kebijakan dalam dua tahun terakhir sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. Perubahan-perubahan tersebut meliputi, antara lain,standardisasi regulasi antarpropinsi untuk memperbaiki infrastruktur umum.
Berbagai insentif juga telah ditawarkan untuk mendorong sektor manufaktur, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan yang berlebih terhadap komoditas. Liberalisasi lanjutan akan sangat berguna. Kenaikan peringkat S&P diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi asing dalam beberapa tahun ke depan.
Pemerintah dapat memanfaatkan pengaruh dari status peringkat investasi untuk secara bertahap menurunkan hambatan-hambatan terkait batas kepemilikan asing dalam berbagai sektor industri.
Jika diterapkan secara tepat, reformasi kebijakan akan membuahkan hasil yang baik. Sumber daya yang dihabiskan untuk pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pembangunan infrastruktur akan membantu menurunkan beban biaya logistik yang masih cukup tinggi dibandingkan tempat lainnya di kawasan.
Walaupun hasilnya tak akan cepat, tapi komitmen pemerintah untuk mengambil langkah-langkah reformatif tersebut menjadi nilai tambah bagi proyeksi perekonomian ke depan, dan menjelaskan mengapa Moody's and Fitch telah menetapkan proyeksi yang positif bagi perekonomian Indonesia.
(mkj/dna)