Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, mengatakan tak mempermasalahkan keberatan dari para pedagang beras tersebut. Dia mengklaim, wajar pedagang protes karena ada margin yang berkurang.
"Setiap orang yang berkurang labanya pasti komplain," kata Enggartiasto di Kantor Pusat Pajak, Jakarta, Rabu (16/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, pembahasan HET sendiri belum rampung. Perlu waktu lebih banyak lagi untuk memutuskan HET sebagaimana saat pembahasan gula.
"Belum (selesai). Kemarin rapat. Belum itu (diundangkan), kan kita masih rapat, gula saja sekian lama, berbulan-bulan," ujar pria yang akrab disapa Enggar itu.
Soal keberatan pedagang terhadap HET yang hanya mengakomodasi kualitas untuk dua jenis saja yakni medium dan premium, sampai sejauh ini Kemendag belum berencana mengubahnya. Yang ada, hanya penambahan kategori beras khusus saja.
"Ditambah satu lagi beras khusus, jadi ada beras premium, medium, dan khusus yang akan ditetapkan oleh Mentan seperti beras Rojolele," jelas Enggar.
Sebelumnya, Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid, mengungkapkan sulit menerapkan HET dengan hanya menerapkan 2 standar baku yakni premium dan medium. Sementara, jenis beras sendiri punya banyak varietas dan kualitas.
"Beras ada 80 macam lebih dijadikan 2 macam, ini jelas susah kalau kemudian cuma pakai kualitas medium premium. Di pasaran itu banyak sekali, bagaimana tentukan medium mana premium, termasuk beras yang dicampur," jelas Zulkifli.
Dia mencontohkan, untuk beras jenis varietas IR 64 sendiri memiliki beragam kualitas lantaran perbedaan rasa, pecahan (broken), sampai aroma.
"Taruhlah beras IR 64. Benihnya sama-sama IR 64, tapi karena ditanam di beda tempat, ada di Karawang, ada di Subang, ada di Bandung, itu hasilnya bisa beda jauh kualitasnya. Beda rasa, mutu, bentuk, meski sama-sama IR 64. Harganya beda meski sama-sama IR 64," terang dia. (idr/hns)











































