Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani, berujar lambatnya negosiasi perdagangan bebas dengan beberapa negara membuat pasar ekspor diembat negara lain yang sudah lebih dulu mengantongi perjanjian perdagangan bebas.
"Perdagangan bebas memang perlu. Kemarin saya pulang dari Turki menemani Pak Presiden, ekspor kita itu tadinya US$ 350 juta tahun 2014, tahun 2015 tinggal US$ 60 juta, tahun lalu tinggal US$ 5 juta, kenapa? Rupanya mereka ambil semua dari Malaysia, karena Malaysia sudah ada FTA (free trade agreement) sejak tahun 2015, sehingga lebih kompetitif," kata Rosan di Hotel Mandarin, Jakarta, Senin (4/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terbilang terlambat, lanjut dia, pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah terus mengupayakan adanya kesepakatan perjanjian perdagangan bebas dengan Turki, serta negara lain yang memiliki volume perdagangan cukup besar dengan Indonesia.
"Solusinya ya segera melakukan pembicaraan perdagangan bebas dengan Turki dan lainnya, pembicaraan dengan Turki Oktober ini Kadin diajak. Khusus ke negara yang mempunyai hubungan perdagangan yang tinggi, ini yang perlu diprioritaskan," ungkap Rosan.
Menurutnya, pemerintah tak perlu khawatir adanya keterbukaan pasar, jika kesepakatan perdagangan bebas bisa dilakukan lebih hati-hati sehingga bisa saling menguntungkan.
"Kan free trade enggak semua kita buka, ada yang perlu kita pertahankan juga. Memang ketinggalan kayak dengan Vietnam yang sudah lebih dulu banyak melakukan perdagangan bebas, jadi barang-barang mereka tarifnya lebih kompetitif dibandingkan dengan kita," pungkas Rosan.











































