Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Rina Farida mengatakan, salah satu tantangan terberat pemerintah dalam menuntaskan tugas tersebut karena masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penataan kawasan kumuh tersebut.
"Mungkin karena unsur ketidaktahuan permasalahan kenapa kawasan kumuh harus ditangani. Itu karena kurang pahamnya. Itu adalah tantangan kita untuk membuat mereka menjadi tahu," katanya saat ditemui di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu perlu ada upaya yang terus menerus kepada masyarakat agar literasi mengenai hal ini dapat tersampaikan. Peran pemerintah daerah dan stakeholder terkait pun dirasa sangat penting untuk mewujudkan rencana ini.
"Jadi perlu terus menerus. Di Solo untuk pindahkan PKL ke satu tempat, sampai 54 kali pak Jokowi (saat itu Wali Kota Solo) mengajak makan. Jadi waktunya tidak bisa dikira. Dan itu memang tempat yang satu dengan lain berbeda," ucapnya.
Ciri-ciri kawasan yang dikategorikan kumuh sendiri di antaranya yang mempunyai kepadatan rumah cukup tinggi, lalu kompleksitas penghuni satu rumah, hingga kurangnya infrastruktur lingkungan seperti jalan, pengolahan limbah, sampah dan pra sarananya terhadap ancaman kebakaran.
Kurangnya partisipasi dari masyarakat, Pemerintah Pusat (K/L), Pemerintah Daerah dan stakeholder terkait membuat jumlah penataan kawasan kumuh saat ini masih sedikit pergerakannya. Setidaknya ada 90% lagi dari total luasan kawasan kumuh yang ada di Indonesia sebesar 38 431 ha yang harus dituntaskan penataannya hingga tahun 2019 mendatang. (eds/dna)