Asosiasi Driver Online (ADO) menyatakan dengan dicabutnya aturan tersebut bisa merugikan driver taksi online. Khususnya, pencabutan tentang aturan tarif dan kuota taksi online.
"Masukan dari kami itu saat masih Permenhub Nomor 32 itu tarif dan kuota harus diatur. Makanya saat dicabut kami ngotot sekali untuk diatur. Karena dua hal ini yang mengatur kesinambungan driver online," kata Ketua Umum ADO, Christian Wagey dalam diskusi di Hotel Alila, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena persaingan harga dari para perusahaan aplikasi kami yang jadi korban, perusahaan aplikasi memberikan harga murah, tapi tidak memperhitungkan biaya operasional. Apalagi ditambah dengan biaya-biaya promo," terangnya.
"Tarif batas bawah itu melindungi driver, kenapa? Kami yang harus mengantar jemput penumpang akan merasakan rugi, karena biayanya tidak sesuai dengan operasional yang dibayar penumpang. Sementara batas atas untuk melindungi konsumen. Kalau batas atas tidak diatur, kalau ada penumpang yang paham bisa pindah ke taksi reguler," sambungnya.
Sedangkan untuk pembatasan kuota, tambahnya, diperlukan untuk menjaga persaingan sesama driver taksi online. Bila tak diatur, Christian khawatir driver taksi online akan terus bertambah dan dapat merugikan.
"Jadi semakin banyaknya kendaraan taksi online yang beredar, kalau tidak dibatasi persaingan itu sangat berat, dan itu sangat terasa. Sekarang ini untuk dapat 5 trip (perjalanan) saja susah. Karena sudah semakin banyak. Kendaraan semakin banyak," jelasnya.
Dirinya pun mengaku tak khawatir akan ditinggalkan penumpang bila tarif taksi online diatur. Sebab, menurutnya taksi online masih memiliki sejumlah kelebihan dibanding taksi konvensional.
"Kami berikan pelayanan, kenyamanan dan keamanan, dan kemudahan, artinya penumpang tidak perlu ke pinggir jalan, tinggal meng-order di rumah. Itulah kelebihan kami, makanya kami tidak takut dengan konvensional," tukasnya. (ang/ang)











































