Demikian ditegaskan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama kepada detikFinance, Senin (18/9/2017).
Smartphone meski memiliki harga selangit, tetap sama seperti kelompok barang sejenis lainnya. Di mana dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ketika diperjualbelikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran kalau tidak melaporkan harta seperti handphone kalau menurut WP (Wajib Pajak), nilai HP itu tidak cukup material dibandingkan profil aset atau penghasilan dia," ujar Hestu.
Tujuannya adalah sebagai bahan verifikasi atas harta beserta penghasilan dari wajib pajak.
"Keseluruhan harta termasuk handphone yang dibeli dari Penghasilan yang telah dibayar pajaknya tersebut wajib dilaporkan dalam (Lampiran) SPT Tahunan. Dengan demikian menjadi sinkron antara besarnya Penghasilan dengan besarnya tambahan harta (plus konsumsi) yang terjadi dalam satu tahun, untuk dilaporkan dalam SPT Tahunan," jelasnya.
Pengisian SPT Tahunan dilakukan sekali dalam setahun, yakni periode Januari-Maret untuk wajib pajak pribadi. Pengisian SPT Tahunan harus diisi dengan benar dan jelas.
"Tidak ada sanksi secara spesifik kalau harta tidak dilaporkan. Hanya saja, apabila tidak konsisten melaporkan harta, suatu saat akan menjadi sulit untuk membuktikan misalnya dalam hal terjadi pemeriksaan, dan pemeriksa memiliki data-data harta wajib pajak apakah harta-harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang telah dilaporkan dan dibayar pajaknya," papar Hestu. (mkj/mkj)











































