Organda Ingin Transportasi Online Diatur Sebagai Taksi

Organda Ingin Transportasi Online Diatur Sebagai Taksi

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 02 Okt 2017 20:40 WIB
Organda Ingin Transportasi Online Diatur Sebagai Taksi
Foto: Tim Infografis, Andhika Akbarayansyah
Jakarta - Sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 telah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA). Putusan ini akan berlaku pada bulan November mendatang, sementara Kementerian Perhubungan masih menyusun aturan baru.

Sekjen DPP Organda, Ateng Haryono mengatakan, pihaknya meminta pemerintah agar tetap memasukkan taksi online ke dalam kategori taksi. Hal ini merujuk kepada Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) maupun PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

Dia bilang, dimasukkannya taksi online kepada kategori taksi akan membuat perusahaan aplikasi angkutan daring tersebut wajib ikut aturan soal taksi, yang harus mau diatur tarif, kuota hingga operasionalnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sudah jelas, kalau PM 26 yang dicabut sebagian pasalnya, cabut saja semua, hilangkan. Tata lebih baik aturannya. Kita mengusulkan, masukkanlah itu (taksi online) dalam bentuk genre taksi," katanya dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Senin (2/10/2017).

"Kalau pengganti Permen ini nanti mau memisah antara dalam trayek dan tidak dalam trayek, atau dalam trayek saja atau tidak dalam trayek saja, itu keluar, pokoknya itu benar-benar harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada di atasnya, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009 dan PP 74. Jadi harus sesuai dengan itu. Kalau itu sesuai, mestinya enggak ada alasan lagi untuk MA atau siapapun untuk melakukan peninjauan begini-begini," jelas Ateng.

Masuknya taksi online dalam kategori taksi akan memperjelas kewajiban dan tata operasi taksi online yang saat ini kian merajalela jumlahnya itu.

"Taksi kan artinya dia diatur kuotanya, tarifnya, kemudian perusahaan harus mengikuti aturan dan sebagainya kan diatur. Jangan sampai dia in between, mau jadi kendaraan pribadi, umum atau di antara pribadi dan umum. Enggak bisa begitu. Kalau mau jadi angkutan umum ya angkutan umum. Pribadi ya pribadi. Jadi enggak bisa in between," tuturnya.

Ateng sendiri menganggap sejumlah poin yang dicabut oleh MA dari Permen 26 Tahun 2017 telah menyalahi aturan dalam UU LLAJ.

"Sebetulnya yang dicabut oleh MA itu kan amanah undang-undang semua kan. Sesungguhnya MA juga gagal paham ini. Oleh karena itu, sesuatu yang katanya sudah bending (menyimpang) itu, badan hukum itu memang wajib sesuai UU," tukasnya. (eds/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads