Akibat Kasus Bank Mandiri
Kiani Ngaku Susah Dapat Kredit
Rabu, 25 Mei 2005 15:24 WIB
Jakarta - PT Kiani Kertas mengeluh. Setelah kreditnya di Bank Mandiri diberitakan macet, usahanya kian terpuruk karena sulit memperoleh modal kerja dari bank untuk menjalankan roda perusahaannya. Keluhan itu disampaikan Presdir PT Kiani Kertas Prabowo Subianto dalam jumpa pers di kantornya, Kompleks Bidakara, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (25/5/2005)."Pemberitahuan yang akhir-akhir ini agak merugikan citra dan persepsi PT Kiani Kertas. Kita mau mengajukan kredit ke bank juga sering ditolak. Kita juga susah untuk mendapatkan credit export," ujar mantan Pangkostrad ini.Prabowo mengaku pihaknya cukup sulit mendapatkan modal kerja dari bank saat ini. Padahal kebutuhan operasional Kiani Kertas mencapai US$ 5 juta per bulannya. Sebagian untuk pembayaran upah 1.412 karyawan dan juga sejumlah keperluan pabrik, seperti pengadaan bahan bakar.Menurut Prabowo, bila tak kunjung mendapatkan modal dari bank, maka pihaknya berniat melepas 30-40 persen. Saat ini nilai Kiani Kertas ditaksir sebesar US$ 350 juta. Manajemen Kiani Kertas saat ini juga terus mengupayakan efisiensi produksi pulp, yang merupakan produk andalannya. "Kalau perlu melakukan konversi penggunaan bahan bakar dari Industrial Fuel Oil (IFO) menjadi batu bara atau bio diesel dari pohon jarak," tegas Prabowo.Kapasitas produksi Kiani Kertas sebelumnya mencapai 500 ribu ton per tahun. Namun saat ini produksinya turun menjadi 300 ribu ton per tahunnya. Prabowo juga mengaku bersedia masuk ke Kiani Kertas atas ajakan mantan Dirut Bank Mandiri ECW Neloe. "Pak Neloe yang ngajak saya. Alasannya, sayang kalau jatuh ke orang asing," ujarnya.Bantah Kredit MacetPrabowo juga membantah Kiani Kertas memiliki kredit macet di Bank Mandiri. Prabowo mengaku semenjak pihaknya mengambil alih, Kiani Kertas tidak memiliki kredit baru dalam bentuk apa pun dari Bank Mandiri."Sejak tahun 2002 hingga sekarang, tidak satu sen pun masuk ke Kiani Kertas atau perusahaan yang berafiliasi dengan Kiani Kertas," tegas Prabowo. Namun Prabowo mengakui, Kiani Kertas saat dipimpin manajemen lama memang memiliki kredit macet. "Perusahaan ini memang macet, ambruk. Pabrik tidak jalan selama 5 bulan. Sementara utang pada pemerintah sangat besar," ujar Prabowo. Pada tahun 2003, 13 aset kredit Grup Kiani di BPPN senilai Rp 8 triliun dijual oleh BPPN melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK). Konsorsium yang menjadi pemenang PPAK Kiani Kertas adalah konsorsium Bank Mandiri dan Anugra Cipta Investama yang didukung Prabowo Subianto dan mantan Menperindag Luhut Binsar Pandjaitan. Prabowo menjelaskan kronologis PT Kiani Kertas, yakni pada 15 November 2002, PT Nusantara Energy (NE) bersama Bank Mandiri menandatangani perjanjian jual beli aset kredit dengan BPPN untuk aset kredit PT Kiani Kertas senilai US$ 201 juta. Pembayaran dari NE dan Bank Mandiri dilakukan langsung kepada BPPN, dan hak tagih diambil konsorsium ini."Saya langsung menyuntikkan dana segar US$ 30 juta, dan dana dari Bank Mandiri tidak lewat kami," imbuh Prabowo.Selanjutnya pada Februari 2004, dilakukan perjanjian pengalihan saham Kiani Kertas dari BPPN. Sejak itu, afiliasi NE sebagai pemegang saham Kiani Kertas membiayai operasi Kiani Kertas dengan dana sendiri karena tidak memperoleh pinjaman modal kerja. Tanggal 27 Desember 2004, telah ditandatangani perjanjian restrukturisasi kredit antara pemegang saham Kiani Kertas dan Bank Mandiri sebagai kreditur. Sebagai akibatnya, jumlah utang Kiani Kertas menurun drastis dan struktur permodalan menjadi positif. Prabowo menegaskan, Kiani Kertas telah membayar bunga secara tepat waktu dan tertib hingga saat ini. "Rasio agunan kredit terhadap utang lebih dari 200 persen. Jadi kalau utang kita macet, maka agunannya sudah kembali," katanya. Prabowo mengaku hingga saat ini belum ada panggilan dari Kejagung terkait kasus kreditnya di Bank Mandiri yang dinilai BPK macet. Namun Prabowo mengaku siap memenuhi panggilan jika Kejagung melayangkan panggilannya.
(qom/)