Menurut Manager TTI, Inti Pertiwi, hal yang membedakan TTI dengan pasar biasa adalah masalah harga. Sebab, semua barang yang di TTI di jual di bawah harga pasar.
"Kalau di sini lebih murah karena kita memotong rantai. Jadi langsung dari produsen ke TTI dan konsumen," ucap Inti saat berbincang dengan detikFinance di TTI Center, Jakarta, Minggu (15/10/2017).
![]() |
Ia menjelaskan, memotong rantai yang dimaksud adalah membawa produsen barang langsung ke TTI dan menjualnya ke konsumen. Sehingga, tidak ada kenaikan harga yang dilakukan jika melawati produsen, pengumpul, bandar hingga pengecer.
"Kalau di luar produsen biasanya ke pengumpul lalu ke bandar, ada bandar satu dan dua. Lalu ke pengecer dan akhirnya ke konsumen. Sedangkan kita nggak, langsung dari produsen di bawa ke sini," sambung Inti.
Selain itu, harga yang murah juga dikarenakan bantuan dari pemerintah. Misalnya untuk biaya listrik dan sewa, pedagang tidak perlu membayar alias diberikan gratis.
Asalkan, para pedagang mengikuti aturan penjualan, yaitu mengambil untung kurang dari harga di pasaran.
"Misalnya bawang di luar dijual Rp 25.000/kg di sini cuma Rp 22.000/kg. Jadi di luar dapat untung Rp 500 per jual maka di sini cuma boleh Rp 100-200," jelasnya.
![]() |
Nah, jika ada barang dagang yang dijual lebih dari harga pasar maka sanksi yang akan dilakukan adalah menurunkan langsung harga dagangan tersebut. Sebab hal tersebut sudah tidak sesuai dengan komitmen TTI.
Sebagai informasi, TTI sudah dibuka sejak 15 Juni 2016. Sejak berdirinya tersebut, TTI sudah tersebar hingga 2.839 di 32 provinsi. (dna/dna)