Kepala BKPM Cerita Perjuangan RI Raih Layak Investasi dari S&P

Kepala BKPM Cerita Perjuangan RI Raih Layak Investasi dari S&P

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 17 Okt 2017 12:45 WIB
Foto: Hendra Kusuma/detikFinance
Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, Indonesia saat ini telah mendapatkan layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat utama dunia.

Lembong mengatakan, tiga pemeringkat itu adalah Fitch Rating, Moodys, dan S&P. Mendapatkan layak investasi dari tiga pemeringkat utama itu tidak mudah, terutama dari S&P yang baru bisa diraih setelah 20 tahun.

"Tahun ini pertama kali dalam 20 tahun, Indonesia diberikan layak investasi oleh S&P, setelah sebelumnya oleh Moodys dan Fitch," kata Lembong dalam acara Capaian 3 Tahun Jokowi-JK di Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Selasa (17/10/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lembong menceritakan, selama 19 tahun belakangan ini perekonomian Indonesia sudah meningkat tiga kali lipat, namun hal itu sempat dianggap S&P belum cukup untuk memberi status layak investasi.

"Selama 19 tahun ekonomi kita naik 3 kali lipat, dan semua itu belum pernah cukup dinilai oleh S&P, bagi saya itu sebuah capaian, ini untuk pertama kalinya dari ketiganya," terang Thomas.

Tidak hanya itu, pemerintahan kabinet kerja di bawah Presiden Jokowi-Wapres JK juga berhasil meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia ke posisi 91.

"Kita lihat masih di belakang, di Asean masih di belang Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, ini persaingan sengit untuk menarik investasi internasional, jadi di incar oleh semua negara," ungkap dia.

Lalu, pemerintahan kabinet kerja juga mampu meningkatkan peringkat daya saing. Menurut laporan World Economic Forum (WEF) daya saing Indonesia naik 5 peringkat dari 41 ke 36 dari 137 negara.

Guna menyempurnakan hal itu semua, Lembong mengungkapkan pemerintah harus terus menyederhakan proses izin dan birokrasi terutama untuk investasi.

"Sekarang itu ada sekitar 43 ribu peraturan, kita sudah lama menjadi negara hukum, karena mau mengatur semua menjadi tidak teratur, jadi mengatur saja yang mau diatur, karena buang waktu, upaya reformasi iklim usaha," tukas dia. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads