Nasib Taksi Online di Berbagai Negara: Diatur Hingga Dilarang

Nasib Taksi Online di Berbagai Negara: Diatur Hingga Dilarang

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Jumat, 20 Okt 2017 15:27 WIB
Foto: detikINET/afr
Jakarta - Aturan baru taksi online yang salah satunya membatasi tarif dengan batas atas dan batas bawah dianggap sebagian orang sebagai sebuah bentuk kemunduran dan dianggap tidak pro terhadap perkembangan teknologi.

Padahal pemerintah berupaya melindungi konsumen agar tidak mengalami kerugian yang dialami pengguna taksi online di berbagai belahan dunia. Bagaimana perkembangan taksi online di berbagai belahan dunia?

detikFinance merangkum informasi terkait taksi online di berbagai negara dari berbagai sumber. Berikut informasinya, Jumat (20/10/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Di Texas, Amerika Serikat (AS), tak ada larangan taksi online seperti Uber beroperasi. Namun, justru perusahaan ini menarik diri dari peredaran. Alasannya adalah pemerintah setempat ingin Uber beroperasi dengan aturan yang sama dengan taksi konvensional termasuk pada keterbukaan atau transparansi latar belakang pengemudi yang bergabung.

Alih-alih menyanggupinya, Uber malah menarik diri. Hal ini seperti terjadi di banyak tempat di mana Uber beroperasi.

Di Jepang, taksi online seperti Uber diperbolehkan beroperasi secara legal, namun dengan sejumlah peraturan ketat yang rumit. Uber hanya boleh beroperasi di kawasan yang sangat minim tersedia transportasi umum, dan hal itu sulit ditemukan di Jepang.

Namun, bila tetap ingin beroperasi, seperti di Tokyo misalnya, taksi online harus berupa mobil mewah atau taksi dengan pengemudi yang berlisensi tentu dengan tarif yang tak bisa murah. Di negara ini, taksi online ada, namun tidak memiliki keunggulan kompetitif.

Di Bulgaria, perusahaan taksi online Uber ditutup operasinya. Parlemen negara tersebut beralasan, layanan taksi hanya bisa dilakukan oleh operator terdaftar dengan sertifikat terdaftar. Sementara Uber tak memilikinya.

Italia melarang Uber beroperasi pada bulan April. Pihak berwenang menemukan praktik bisnis persaingan tidak sehat.


Secara umum, pengadilan tinggi Uni Eropa tengah membahas apakah Uber merupakan perusahaan teknologi atau sebagai layanan taksi. Keputusan ini sangat penting. Karena, bila diputuskan sebagai perusahan teknologi, maka layanan taksi yang dimilikinya dianggap beroperasi ilegal.

Kondisi ini mirip dengan yang akan diterapkan di Indonesia. Layanan taksi hanya bisa dilakukan oleh badan usaha atau perusahaan yang bergerak di sektor transportasi yang tunduk pada aturan kementerian perhubungan.

Bila tetap ingin tetap menjadi perusahaan di sektor teknologi atau IT, maka perusahaan tersebut tak punya kewenangan seperti yang dimiliki perusahaan transportasi seperti menetapkan tarif hingga merekrut pengemudi. (dna/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads