Mai, salah seorang pedagang beras Pasar Klender, Jakarta Timur, mengaku malah tak tahu adanya ketetapan HET. Harga beras sendiri, menurutnya, tengah mengalami kenaikan.
"Satu karung isi satu kuintal (100 kg) rata-rata naik 30.000. Kalau naik per kilogram (kg) ya naiknya Rp 300. Saya malah enggak tahu HET itu apa. Harga kita ikuti belanjanya berapa (dari Pasar Induk Cipinang)," kata Mai ditemui di kiosnya, Minggu (22/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu saja jual beras pandan wangi saja sudah Rp 12.000/liter, kalau sekilo ya lebih mahal dari HET (Rp 12.800/kg). Beras Bandung saya jual Rp 10.000/liter. Yang murah itu perah sama IR 64 sekitar Rp 9.000/liter," ucap Mai.
Senada, pedagang lainnya, Jufri, juga mengungapkan hal yang sama. Jangankan ketentuan HET, dirinya malah tidak tahu apa aturan yang membedakan beras medium dan premium beserta pengkelasan harganya.
"Beras premium atau medium yang mana saya enggak tahu. Beras kalau saya jual di sini ya harga sesuai jenis berasnya, ada beras Bandung, beras IR (64), ada macam-macam. Lagipula kalau ditanya ke pedagang yang ngecer juga pakainya literan. Kalau beli kiloan ya di agen. Enggak kepakai lah kalau di pasar harga diatur-atur begitu," tutur Jufri.
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan HET untuk beras dengan pembagian 3 kategori yakni beras premium dengan harga jual paling mahal di daerah Jawa, Lampung, Sumatera Selatan paling mahal medium Rp 9.450/kg, dan premium Rp 12.800/kg.
Sementara untuk daerah lainnya yang bukan penghasil beras utama antara lain Sumatera non Sumsel yakni medium Rp 9.950/kg, premium Rp 13.300/kg, Bali dan NTB medium Rp 9.450/kg, Rp premium Rp 12.800/kg, NTT medium Rp 9.950/kg dan premium Rp 13.300/kg, Sulawesi non Sulsel medium Rp 9.450/kg dan premium Rp 12.800/kg.
Kemudian Kalimantan untuk beras kualitas medium Rp 9.950/kg dan premium Rp 13.300/kg, serta Maluku dan Papua medium Rp 10.250/kg dan premium Rp 13.600/kg. (idr/dna)