Sevel Hingga Lotus Tutup Karena Toko Online? Ini Kata Bos Tokopedia

Sevel Hingga Lotus Tutup Karena Toko Online? Ini Kata Bos Tokopedia

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Kamis, 26 Okt 2017 14:13 WIB
Foto: detikINET/Adi Fida Rahman
Jakarta - Sejumlah gerai ritel atau pusat perbelanjaan modern berguguran sepanjang tahun ini. Sebut saja PT Matahari Department Store yang menutup dua gerainya di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok-M, kemudian PT Modern Putra Indonesia yang menutup seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia, hingga Lotus dan Debenhams yang ditutup oleh PT Mitra Adi Perkasa Tbk.

Namun di tengah lesunya bisnis ritel modern tersebut, bisnis belanja online justru tengah merangkak naik yang ditandai dengan banyak bermunculan toko online atau e-commerce di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, CEO Tokopedia, William Tanujaya, menolak anggapan kehadiran e-commerce membunuh bisnis ritel konvensional tersebut. Pasalnya, dari data yang dia miliki, transaksi online sendiri kata dia baru 1% dari total ritel yang ada di Indonesia.

"Saya tidak punya basis data. Karena basis data yang saya miliki, transaksi online baru 1% dari total ritel. Tapi rasanya, saya pikir kita harus melihat kondisi makro ekonomi atau bisnis-bisnis tertentu juga. Setiap hari pasti banyak toko-toko yang tutup, tapi banyak toko-toko yang buka juga," katanya saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (26/10/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia sendiri berpikir, toko online takkan bisa eksis tanpa adanya kehadiran toko offline. Sehingga ke depan, justru kedua jenis marketplace tersebut malah akan saling berkolaborasi agar bisa sama-sama tumbuh secara berkelanjutan.

"Kalau trennya ke depan, saya bilang offline dan online itu tidak saling membunuh tapi saling membutuhkan," tutupnya singkat.

Hal ini diamini oleh Kepala Divisi Pajak, Infrastruktur dan Keamanan Cyber asosiasi e-commerce Indonesia (idEA), Bima Laga, yang juga ditemui di lokasi yang sama. Menurutnya, berubahnya tren gaya beli masyarakat yang kini ke arah digital harusnya sudah diantisipasi oleh toko-toko ritel modern yang selama ini masih mengandalkan pengalaman berbelanja secara offline.

Contoh kecil bisa dilihat dari cara orang berbelanja makanan saat ini yang tak lagi langsung ke pusat perbelanjaan, tapi hanya melalui smartphone yang dimilikinya.

"Jadi bagaimana tren experience storenya itu harus ada di dalam offline. Contohnya Starbuck. Kita beli Starbuck bisa through Gojek, lewat handphone, dan itu termasuk e-Commerce. Mereka (gerai ritel offline) juga bisa melihat celah seperti itu enggak?" tutur dia.

"Kalau mereka bisa melihat celah seperti itu dan bisa memanfaatkan momentum seperti itu, pasti bagus. Tapi kalau masih tetap keep dengan strateginya mereka, zamannya ya memang sudah berubah. Mungkin kita bisa tanya ke diri kita, kita beli bajunya bagaimana? Jadi mereka harus meluaskan kanalnya," pungkasnya. (eds/wdl)

Hide Ads