Menurut Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sekaligus Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Franciscus Welirang, di tengah kondisi ekonomi dunia yang penuh tantangan seperti saat ini, bisa mencatatkan pertumbuhan saja sudah baik bagi Indonesia.
"Baguslah. Tapi sesuai dengan harapan atau tidak, saya tidak bisa bicara terhadap hal itu. Karena kan harapannya semuanya tinggi. Tapi kalau itu masih bisa tumbuh dalam kondisi dunia begini, baik itu," kata dia saat ditemui di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (6/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang kami perkirakan, pasti akan di bawah (5,1%), karena semester I kan jelek itu di bawah harapan. Jadi agak sulit ngejar di semester II," ucapnya.
Namun dengan realisasi hingga kuartal III yang tak kunjung mencapai 5,1%, Hariyadi memproyeksi ekonomi Indonesia maksimal tumbuh di angka 5,1% hingga akhir tahun nanti.
"Saya sih masih perkirakan less (kurang) dari 5,1% ya. Maksimum 5,1%. Insya Allah masih di atas 5%," tutur Hariyadi.
Untuk mencapai target pertumbuhan itu, dia berharap pemerintah bisa terus menjaga rasa percaya diri pengusaha dalam mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Khususnya di tengah isu politik yang semakin memanas menjelang pemilihan kepala daerah dan persiapan Pemilihan Umum Presiden tahun 2019.
"Saya rasa yang perlu adalah confidence. Jadi harusnya ini enggak boleh kelamaan. Bagaimanapun, masalah politik dan sebagainya, Indonesia kan sudah ngelewatin pemilu beberapa kali dan itu aman-aman saja," ucap dia.
"Jadi ini yang harus segera ditepis dan memang tugas kami juga harus meyakinkan jangan terlalu terbawa persepsi yang berlebihan karena mereka uangnya ada. Kelas menengah juga masih jalan terus. Dan yang paling penting penyerapan lapangan kerja, karena penyerapan kita terlalu sempit dan untuk formal sektor terlalu rendah," tukasnya.
Terpisah, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani menyebutkan bahwa angka pertumbuhan ekonomi tersebut terbilang apik. Angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% juga terbilang normal dan diperkirakan membaik ke depan seiring mulai naiknya harga sejumlah komoditas.
"Kalau saya lihat memang kami dari Kadin menyatakan 5% equilibrium baru lah 5% sampai 5,4% 5,5% stay kaya gini kecuali ada booming komoditas lagi. Komoditas membaik apakah akan naik lebih dalam lagi, lebih tinggi lagi setahun ke depan komoditas membaik. Mungkin domestic consumption dijaga, investasi dijaga dan ekspor digenjot," tutur Rosan di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2017).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, daya beli masyarakat Indonesia mengalami perlambatan di triwulan III-2017, lantaran adanya perubahan pola konsumsi yang telah terjadi sejak triwulan III-2016.
Hal tersebut tercermin dari tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2017 yang berada di level 4,93%, turun tipis dibandingkan triwulan I-2017 yang sebesar 4,95%, dan triwulan II-2017 sebesar 4,94%.
Pemerintah diminta untuk meningkatkan gairah konsumsi masyarakat lewat sebuah kebijakan. Sehingga dengan peningkatan konsumsi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir.
"Memang PR nya bagaimana kita mendorong domestic consumption ini orang tetap spending gitu karena sekarang kan dana makin banyak di perbankan dan dana bertambahnya cukup signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya. Memang perlu suatu ada kebijakan supaya orang spending lagi," ujar Rosan. (eds/dna)











































