Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat hal tersebut perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya ritel yang erat kaitannya dengan konsumsi masyarakat, selama ini telah menjadi pendorong tumbuhnya ekonomi Indonesia.
"Ini memang selalu menjadi kontroversi ya. Karena kan pemerintah paling enggak mau dibilang daya beli turun. Tapi kalau sampai konsumsi turun, berarti kan ada masalah di daya beli. Apa lagi konsumsi kan menyumbang 50 persen dari pertumbuhan kita. Itu kan cukup signifkan," katanya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (6/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itulah ia meminta pemerintah bisa segera melakukan penelitian terkait isu daya beli, sehingga dunia usaha dan pemerintah tak diresahkan mengenai hal ini.
"Yang paling penting, persepsinya harus dibangun positif. Kelas menengah itu masih bisa menjadi driver untuk pertumbuhan ekonomi kita. Kalau mereka komit, enggak merasa punya kecemasan, itu pasti tumbuh. Dengan mudah saya berani yakinkan," tutur dia.
"Ini persepsi yang terlalu berlebihan sejak dari ada kasus Ahok. Jadi menurut saya ini harusnya sudah mulai serius. Itu yang saya dorong ke teman-teman," tambahnya.
Meski demikian, dia meyakini walaupun intensitas politik tengah memanas menyambut pemilihan kepala daerah di berbagai wilayah dan persiapan pemilihan umum calon Presiden 2019, dunia usaha yakin semuanya bisa berjalan baik.
Namun, di tengah isu hoax dan keamanan, pemerintah diharap bisa lebih serius.
"Ini lebih kepada kekhawatiran yang berlebih-lebihan yang enggak kelar-kelar itu. Saya yakin tahun depan semester I kita lari deh. Biasanya kan ada tahun politik, selama pemerintah bisa jaga betul isu-isu, hoax itu. Jadi yang paling penting menurut saya masalah keamanan, masalah memerangi orang-orang yang selalu menebar informasi hoax, yang enggak benar. Itu yang harus dijaga," ungkapnya.
Hariyadi sendiri meyakini ekonomi Indonesia tahun depan akan tumbuh lebih kencang dibanding tahun ini, lantaran didukung oleh sejumlah faktor. Mulai dari harga komoditas yang semakin membaik, yang akhirnya bermuara kepada konsumsi masyarakat yang meningkat.
"Drivernya masih dari segi konsumsi. Kemarin itu kan lebih karena kekhawatiran orang enggak berani ekspansi kan. Apa lagi kan kalau kita bicara, Pak Jokowi enggak ada lawannya nih. Udah ketahuan lah arahnya ke mana. Kalau orang bisnis kan bacanya begitu. Dan jangan lupa komoditas juga mulai bagus. CPO, Batu bara, minyak," ujar dia.
Dan semua investasi yang masuk ke Indonesia lebih dari Rp 600 triliun. Apa lagi ekspor juga harusnya lebih baik. Harusnya optimistis. Belum lagi tambak udang. Apa lagi kalau Ibu Susi cepat selesaikan illegal fishing itu, industrinya kan jalan lagi," tukasnya. (eds/dna)