Namun, fenomena tersebut bukan berarti pelaku usaha tidak bisa melakukan apa-apa. Sejumlah pendekatan bisa dilakukan untuk mempertahankan tingkat kunjungan mal.
Pertama adalah memanfaatkan bola belanja masyarakat. Assistant Vice President Marketing Trade Mall Agung Podomoro, Ho Mely Suryani, mengatakan perubahan pola belanja masyarakat dari offline menjadi online memang turut mempengaruhi jumlah kunjungan di berbagai pusat perbelanjaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, adalah mempertahankan segmen konsumen masyarakat yang lebih dewasa seperti ibu-ibu.
"Ibu-ibu itu kalau belanja inginnya melihat atau mencoba barang secara langsung. Ini perbedaan paling mendasar dibandingkan dengan belanja online," ujar Mely dalam keterangan tertulis, Kamis (9/11/2017).
Ketiga, adalah melakukan diversifikasi layanan oleh tenant sektor makanan dan minuman. Sektor ini diuntungkan dengan pola hidup masyarakat yang tetap membutuhkan lokasi representatif untuk sekadar makan atau melakukan pertemuan dengan koleganya.
Namun, agar tak ditinggal pelanggan, tenan di sektor makanan dan minuman bisa bersinergi dengan penyedia jasa transportasi online.
"Khusus tenant makanan dan minuman mampu bersinergi dengan penyedia layanan aplikasi pemesanan makanan secara online," tambah Mely.
Kondisi ini terbukti mampu mempertahankan tingkat kunjungan mal yang dikelola Trade Mall Agung Podomoro seperti di Thamrin City.
"Angka kunjungan mencapai 300-500 ribu orang per hari. Ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat untuk berbelanja offline masih tinggi," kata Mely.
Baca juga: Peluang di Tengah Perubahan Pola Konsumsi |
Sekadar catatan, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daya beli masyarakat Indonesia selama periode triwulan I-III 2017 melambat.
Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode tersebut yang melambat menjadi 4,93% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94%. (dna/dna)