Ketiga BUMN tambang tersebut akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 29 November 2017 mendatang. Mata acara dalam RUPSLB akhir November ini adalah persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan terkait perubahan status dari persero menjadi non-persero.
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam pembentukan holding BUMN tambang, salah satunya adalah dampak dari pemegang saham minoritas tiga BUMN tambang yang berstatus Tbk. Investor khawatir lepasnya status Persero di ketiga BUMN tambang tersebut akan diberikan perhatian yang sama nantinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus serupa juga dikhawatirkan terjadi ketika pemerintah membentuk holding BUMN di sektor lainnya.
"Pembentukan holding tambang ini yang terabaikan hak pemegang saham akhirnya melepas sahamnya dan menimbulkan efek domino," kata Ekonom Dradjad Wibowo saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Jaminan keamanan investasi kepada investor saham ketiga BUMN tambang berstatus Tbk tersebut harus dijelaskan secara gamblang. Sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran di pasar.
"Ditakutkan mungkin mereka enggak yakin kinerja macam-macam. Situasi kaya gini banyak menimbulkan kekhawatiran," tutur Dradjad yang juga Lektor Kepala Perbanas Institute ini.
Selain itu, pemerintah juga harus memberikan alasan yang jelas terkait penunjukan Inalum sebagai induk holding BUMN tambang, Sehingga isu holding BUMN tambang tidak berkembang begitu liar.
"Pemerintah perlu jelaskan kenapa Inalum. Itu kan dari sisi teknis, dari sisi non teknis kita dengan Inalum bagaimana, siapa saja yang bermain di sana, supaya enggak mneimbulkan gosip," kata Dradjad.
Dia menambahkan, pembentukan holding BUMN tambang tidak sama dengan penjualan BUMN. Aksi ini merupakan pengalihan saham pemerintah di tiga BUMN tambang ke Inalum yang 100% sahamnya masih dimiliki pemerintah. (ara/hns)