Hal tersebut menjadi peringatan bagi rekan seprofesinya ?
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan, otoritas pajak tidak melarang tindakan pamer suka kemewahan yang dilakukan oleh masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suka pamer kemewahan seperti Fredrich Yunadi merupakan hal yang tidak bisa dilarang. "Itu hak warga negara yang tidak bisa kami (DJP) melarangnya," ungkap dia.
Meski demikian, kata Hestu, pamer suka kemewahan harus diiringi dengan tingkat kepatuhan dalam hal pelaporan pajaknya.
"Yang penting mereka melaporkan penghasilan dan asetnya dalam SPT Tahunan, serta membayar pajak dengan benar. Kami hanya akan tindaklanjuti apabila setelah cek pelaporan pajak mereka ternyata tidak sesuai dengan data/fakta-fakta yang ada," tutup Hestu.
Diketahui, penelusuran tingkat kepatuhan Fredrich Yunadi bermula pada dalam sebuah sesi wawancara menyebutkan terbiasa menghabiskan uang miliaran saat melancong ke luar negeri.
"Insha Allah, amin. Saya suka mewah. Saya kalau ke luar negeri, sekali pergi itu minimum saya spend Rp 3 M, Rp 5 M. Yang sekarang tas Hermes yang harganya Rp 1 M juga saya beli. Saya suka kemewahan," kata Fredrich dalam wawancara dengan Najwa Shihab yang bekerja sama dengan detikcom.
Potongan video Fredrich Yunadi itupun sempat viral di media sosial dan menuai banyak respons dari netizen. Bahkan ada yang sengaja menyampaikan potongan video rekaman wawancara tersebut kepada Ditjen Pajak lewat akun twitter @DitjenPajakRI.
Tujuannya, para netizen ingin otoritas pajak nasional memeriksa lebih lanjut tentang kepatuhan pajaknya pengacara Setya Novanto itu. Gayung bersambut, akun twitter @DitjenPajakRI juga meresponnya dengan mencuit untuk menindaklanjuti informasi tersebut. (mkj/mkj)