"Iya (daya beli masih sulit). Karena yang pengaruhi konsumsi ini, yang pertama adalah lapangan kerja. Nah, ini lapangan kerja sampai dengan akhir tahun masih ada masalah. Lalu, stabilnya harga kebutuhan pokok. Apalagi sekarang PLN mau penyederhanaan golongan dan segala macam," katanya saat ditemui di Financial Club CIMB Niaga, Jakarta, Senin (4/12/2017).
Pembangunan infrastruktur yang telah digenjot menurut dia tak berdampak banyak pada penguatan pada sektor tenaga kerja, sehingga tak banyak membantu penguatan daya beli di masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kondisi seperti itu, menurutnya pertumbuhan ekonomi bisa digenjot dengan penguatan ekspor melalui pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas yang telah dijalin dengan sejumlah negara. Pasalnya, konsumsi dan investasi dirasa tak cukup kuat membuat ekonomi tahun depan bisa tumbuh jika direfleksi ke realisasi tahun ini.
"Artinya, kalau pun ada langkah-langkah untuk bisa jumping ke 5,4% (pertumbuhan ekonomi), ini harus akselerasi. Nah, secara sektoral, itu adalah industri, tapi memang industri juga tumbuhnya cuma empat persenan. Sehingga, kami enggak bisa optimistis 5,4 tapi 5,1%, kecuali ada terobosan untuk memacu manufaktur terutama yang padat karya," pungkasnya. (zlf/zlf)











































