Irfan Wahid, yang lebih akrab disapa Ipang Wahid, dalam presentasinya menawarkan usulan menarik yang selanjutnya dikenal dengan konsep ekonomi kerakyatan 2.0. Percepatan pertumbuhan industri kreatif membutuhkan trajectory (lintasan) yang baru untuk memastikan industri kreatif tumbuh lebih besar dari yang diharapkan.
"Optimisme ini berlandaskan pada fakta bahwa masih banyak potensi-potensi perekonomian Indonesia yang selama ini belum digali," kata Irfan kepada detikFinance, Kamis (14/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua industri ini pada satu sisi membutuhkan "sentuhan" kreatif dari para pelaku industri kreatif, sedangkan di sisi lain industri kreatif masih membutuhkan pasar yang baru untuk berkembang. Berkolaborasinya ketiga industri tersebut secara otomatis akan membuat UMKM menjadi tulang punggungnya (99.9% pelaku usaha di Indonesia berbentuk UMKM), sehingga akan membuat ketiga industri tersebut tumbuh semakin cepat.
Selanjutnya, Irfan Wahid menjelaskan bahwa butuh sebuah pull factor (faktor penarik) yang akan berperan sebagai lokomotif yang akan ikut menarik "gerbong" ketiga industri tersebut untuk tumbuh bersama. Irfan memberi contoh bahwa yang berpotensi menjadi salah satu pull factor adalah budaya Indonesia.
Hal ini dikarenakan dengan 1.340 suku bangsa, 1.211 bahasa, dan 16.056 pulau menjadikan kebudayaan Indonesia menjadi salah satu yang paling kaya di dunia. Contoh negara yang berhasil menerapkan ini adalah Korea Selatan. Korea Selatan menggunakan pendekatan Korean Wave/Hallyu sebagai pull factor yang akhirnya menghasilkan K-Pop yang mendunia. (hns/hns)