Susi mengatakan, uang sebesar itu harus bisa dimanfaatkan dengan efektif untuk bisa menciptakan roda perekonomian yang baik di lingkungan kelautan dan perikanan. Dirinya menyebut sekitar 70% anggaran tersebut dipergunakan untuk belanja barang.
"Kalau misalnya anggarannya Rp 7 triliun, 70% dari Rp 7 triliun itu Rp 4,9 triliun its a huge money (uang yang banyak), uang yang luar biasa besar. Kalau itu kita belanjakan fokus dan benar, maka perguliran ekonominya luar biasa," katanya di Kantor Pusat KKP, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Susi mengatakan, uang mudah sekali dikembangkan untuk mencari keuntungan. Namun sebagai bagian dari pemerintah, KKP tidak melakukan hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita memberikan bantuan bibit, tambak dan sebagainya. Petambak dilindungi asuransi, tapi begitu panen duitnya dipakai untuk konsumtif jadi enggak bisa beli bibit, pemerintah harus bantu lagi. Bukan bantuan yang seperti itu yang harus kita lakukan. Jadi di sini lah kita bekerja untuk efektifitas," sambung Susi.
Dirinya bahkan menilai, selama ini pemerintah, termasuk di kementeriannya memang cukup senang untuk menghabiskan uang negara dalam artian menyerap anggaran. Namun, tidak semua uang negara tersebut digunakan dengan bijak dan baik. Oleh sebab itu, dirinya meminta dengan tegas, khususnya kepada jajarannya untuk bisa lebih bijak dalam menggunakan anggaran.
"Spending moneynya very good, Indonesian Goverment, semua departemen kalau disuruh habiskan uang itu paling jago, termasuk KKP. Tapi kita ingin berubah. Kita harus memulai, karena kalau tidak laut yang besar, kita masuk satu dari sepuluh negara perikanan terbesar di dunia, dari luas lautnya, luas dan variasi daripada kemaritiman itu luar biasa," katanya.
"Hanya kita dari dulu terhambat terus pertumbuhan misalnya, dari OJK menerangkan bagaimana yang lain tumbuh, Indonesia masih apa? Karena kita belum bergerak to change the way to spend our money on development (mengubah cara menghabiskan uang ke pertumbuhan). Fokus development juga masih belum berubah. Ide-idenya sudah ada, tapi pelaksanannya tertarik kembali ke bisnis as usual. Kalau bisnisnya as usual ya gitu-gitu lagi. Kebenaran dan efektivitas ini menjadi PR kita semua," pungkasnya. (zlf/zlf)











































