Dirinya menjelaskan, selama ini perusahaan-perusahaan tekstil memang membebaskan karyawannya bila ingin menikahi rekan sekantor. Namun dengan catatan, para karyawan tetap profesional dan tidak membawa urusan rumah tangga ke dalam perusahaan.
"Dari dulu juga boleh-boleh saja, tergantung (perusahaan) swasta yang mana dulu. Pada dasarnya untuk hal itu untuk menghindari adanya konflik dengan teman sekantor. Atau misal nih istrinya di keuangan, suaminya di marketing kan itu ada semacam keterkaitan yang mengharuskan salah satu pindah kerjaan," ujar dia kepada detikFinance, Kamis (13/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya, itu aturan internal, itu kebijakan internal dari perusahaan," ujar dia.
Sementara itu, sekadar informasi MK membuka memperbolehkan pekerja untuk menikahi pasangannya dalam 1 kantor.
Pasal 153 ayat 1 UU No 13/2013 tentang ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
MK menyatakan frasa kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dibatalkan dan tidak mengikat.
Peraturan yang memperbolehkan rekan kerja menikahi rekan sekantor resmi di putuskan MK sebagai salah satu peraturan yang tidak sesuai dengan hak manusia.
"Ya itu kan masalah kantor dibawa ke rumah begitupun sebaliknya, itu pasti. Yang penting itu kerahasiaan dan keamanan perusahaan (yang harus dijaga). Sebetulnya asal sudah sama-sama dewasa, sebenarnya ini soal etika, mau di swasta dan kantor pemerintahan juga sama," jelas dia. (dna/dna)