Pajak ini berlaku antara lain untuk makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, dan pemesanan hotel.
"Kita mencoba melihat dampaknya seperti apa. Apakah 5% itu pasti akan menambah biaya dari peserta atau jamaah, dan itu nanti bebannya seperti apa, kita akan ketemu dulu dengan asosiasi," kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Mastuki kepada detikFinance, Jakarta, Senin (1/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mustaki, Kemenag akan bertemu para penyelenggara perjalanan ibadah Umrah (PPIU) terlebih dahulu.
"PPIU, penyelenggara perjalanan ibadah umrah nanti akan kita coba untuk komunikasi, terutama dengan asosiasi, mengantisipasi kenaikan pajak itu seperti apa dampaknya kepada jamaah. Mudah-mudahan tidak sampai kepada jamaah, imbasnya bisa diatasi oleh asosiasi," ujarnya.
Mastuki menambahkan, Kemenag juga melakukan pembicaraan dengan kedutaan besar Indonesia di Arab Saudi untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi seiring kebijakan Arab Saudi di bidang perpajakan itu.
"Kita masih koordinasi dulu dengan kedutaan nanti untuk lihat item apa aja yang dikenakannya dan berimbas kepada jamaah dan PPIU. Itu yang akan kita lihat dulu," terang Mastuki.











































